Minggu, 10 Juni 2012

Tugas Akhir Pkn Semester 2

Nama                         :  Anisa Amalia Zikrina
NIM                            :  2021111050
Kelas                           :  B
Tugas                         :  Kewargaan
Dosen Pengampu      :  Dr. Shinta Dewi Rismawati, M.H.

A.    Jawaban Soal  TTS

1.      Suatu konstitusi dapat dikatakan sebagai konstitusi yang demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu :
a.       Menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan
b.      Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas
c.       Adanya jaminan penghargaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara, sehingga dengan demikian entitas kolektif, tidak dengan sendirinya menghilangkan hak-hak dasar orang perorang
d.      Pembatasan pemerintahan
e.       Adanya jaminan terhadap keutuhan negara nasional dan integritas wilayah
f.       Adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang bebas
g.      Adanya jaminan berlakunya hukum dan keadilan melalui proses keadilan yang independent
h.      Pembatasan dan pemisahan kekuasaan negara yang meliputi :
1)   Pemisahan wewenang kekuasaan berdasarkan trias politika
2)   Kontrol dan keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan.
UUD 1945 menurut saya dapat dikatakan sebagai konstitusi yang demokratis, sebab asas-asas yang terkandung dalam UUD 1945, termasuk Pancasila di dalamnya sudah mencerminkan asas yang demokratis, walaupun dalam aplikasinya belum mencapai taraf maksimal.
Sebagai contoh konkritnya, pada periode Orde Baru, sejak tahun 1966 terdapat beberapa praktik ketatanegaraan yang dapat dipandang sebagai konvensi yang sifatnya melengkapi dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, seperti :
a.       Praktik di Lembaga Tertinggi Negara bernama MPR, mengenai pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
b.      Pengesahan RUU yang telah disetujui oleh DPR. Secara konstitusional presiden sebenarnya mempunyai hak untuk menolak pengesahan RUU yang telah disetujui oleh DPR, sebagaimana telah diisyaratkan oleh pasal 21 ayat 2 UUD 45. Tetapi dalam praktik presiden belum pernah menggunakan wewenang konitusional tersebut, presiden selalu mengesahkan RUU yang telah disetui oleh DPR, meskipun RUU itu telah mengalami berbagai pembahasan dan amandemen di DPR. RUU kebanyakan berasal dari pemerintah (presiden) sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam pasal 5 ayat 1 UUD 45. Dalam pembahasan RUU terhadap kedudukan DPR merupakan partner dari presiden c.q. pemerintah. Maka pengesahan RUU oleh presiden sangat dimungkinkan karena RUU tersebut akhirnya merupakan kesepatan antara DPR dengan pemerintah.  
2.       Tujuan dari amandemen UUD 1945 ialah untuk :
a.     Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 itu yang berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.     Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi.
c.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD 1945.
d.      Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem checks and balances yang lebih ketat dan transparan, pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.
e.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan.
f.      Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara dan perjuangan negara untuk mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum.
g.     Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasi ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.
Latar belakang perlunya diamandemen ialah desakan masa kemelut politik dan krisis kepercayaan yang karena krisis moneter tahun 1997 sehingga menampakkan kelemahan sistemik UUD 1945 yang asli yang tidak mampu memberi jalan keluar mengatasi keadaan. Pada dasarnya, ketidakmampuan itu bukan karena kesalahan UUD 1945, tetapi juga kebijakan Pemerintah dan ketidakmampuan Presiden serta pejabat pemerintahan, serta tidak adanya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas.
Sistem MPR yang berlaku masa itu adalah pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat dan Presiden sebagai pelaksana kekuasaan tertinggi di bawah dan bertanggung jawab kepada (untergerordnet) MPR sehingga terpaksa melakukan rekayasa kepada Presiden Suharto untuk menguasai MPR agar pemerintahan tidak labil.
Suharto berhasil merekayasa sistem MPR dengan membentuk kekuatan 3-jalur, ABRI-GOLKAR-KORPRI yang menguasai MPR dan Pak Harto sebagai pemimpin ke-3 jalur itu (Panglima Tertinggi ABRI). Dengan demikian, walau Presiden bertunduk dan bertanggung jawab pada MPR namun Suharto yang mengendalikan MPR. Dengan konstruksi demikian, Pak Harto berhasil berkuasa selama lebih dari 30 tahun dengan membawa kemajuan dalam pembangunan, tetapi berdampak pada hilangnya kontrol dan kebebasan, termasuk kebebasan pers, dan kenyataan kekuasaan itu tamak (power tends to corrupt) sehingga telah melahirkan banyak penyimpangan dan menghilangkan dukungan yang ikhlas (genuine) dan kepercayaan rakyat pada kepemimpinan beliau.
Dunia berubah dengan cepat. Kemajuan teknologi dan transportasi mendesakkan perubahan, Informasi dengan cepat menyebar dan dapat merasuk kemana saja telah menerapkan politik ekonomi pasar untuk menakik kemajuan dunia guna membangun negeri dan untuk menghadapi perubahan tantangan yang demikian keras dan mendasar, setiap bangsa harus berusaha melengkapi diri dengan sistem yang dapat membangun kepercayaan dan dukungan rakyatnya. UUD 1945 perlu diperbaiki, agar tujuan merdeka, dapat diwujudkan melalui struktur dan prosedur bernegara yang lebih handal, yaitu melalui perubahan pasal dan ayatnya.
Kelebihan dari proses amandemen UUD 1945 adalah :  
a.      Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum
Melalui Pasal 1 ayat (3) bangsa kita dapat menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, sehingga penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law dapat diwujudkan secara murni dan konsekuen.
b.       Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara
Dengan diaturnya mekanisme dan aturan mengenai pengangkatan dan juga pemilihan pejabat negara maka transparansi dan juga akuntabilitas dari pemerintahan dan tata kelolanya dapat dipertanggungjawabkan.
c.       Pembangkit dinamika ketatanegaraan
Perubahan UUD 1945 telah banyak memberikan dinamika ketatanegaraan Republik ini. Masyarakat Indonesia setidak-tidaknya bisa bersuara dari berbagai lembaga negara dan sistem bernegara yang diperkenalkan oleh Perubahan tersebut.
d.       Pembatasan hak dan kekuasaan presiden
Dengan adanya amanden UUD 1945 kita dapat melihat bahwa kekuasaan pemerintahan presiden yang sebelumnya tidak terbatas dengan adanya amandemen dapat dibatasi hanya 2 kali masa jabatan dimana sebelumnya presiden dapat menjabat lebih dari 2 kali masa jabatan.


e.      Hak prerogative presiden diperjelas dan diatur
Dalam beberapa hal hak prerogative presiden diatur dan harus dikonsultasikan dengan lembaga negara seperti mengangkat atau menerima duta serta memberikan amnesti, abolosi grasi dan rehabilitasi.
f.      Penegasan susunan negara kesatuan RI dari pusat hingga daerah
Susunan pemerintahan dari daerah hingga pusat dapat kita lihat setelah dilakukannya amandemen beserta dengan otonominya sesuai dengan kekhususan, keistimewaan, dan keragaman daerahnya.
g.        Ketentuan pengaturan wilayah negara
Dengan amandemen wilayah dan daerah Ri semakin diatur secara jelas sehingga dapat dipertahankan dan dijaga dengan baik oleh negara dan rakyat Indonesia.
h.        Pengaturan dan pengakuan Hak Azasi Manusia
Hak Azasi Manusia diatur dan diakui secara jelas setelah amandemen melalui pasal 28 A hingga 28 J dan beberapa pasal lainnya yang menghargai dan menjamin hak azasi warga negara Indonesia.
i.      Penegasan fungsi lembaga negara
Melalui amandemen UUD 1945 kita dapat mengetahui tentang penegasan fungsi badan legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta diperkenalkan sistem checks and balances yang lebih baik daripada UUD 1945 awal sehingga pelaksanaan dan penyelenggaraan negara akan dapat dilaksanakan dan diawasi dengan lebih baik lagi.
j.        Pengenalan lembaga negara dan mekanisme kerja yang baru
Pada Perubahan UUD ini juga diperkenalkan lembaga-lembaga negara baru dan mekanisme baru, yaitu: Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Dewan Perwakilan Daerah.
k.      Ditetapkannya mekanisme pemilu
Mekanisme pemilihan umum yang baru yang diperkenalkan dalam UUD 1945 adalah: 1. Pemilihan Umum secara langsung untuk Pemilihan Presiden, 2. Pemilihan Umum untuk memilih wakil rakyat baik DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dengan memilih tanda gambar partai politik dan nama wakil rakyat. 3. Mekanisme pemilihan secara langsung anggota DPD.
l.      Penetapan struktur dan komposisi MPR
Tahapan dari amandemen UUD 1945 menuntaskan beberapa materi penting antara lain tentang struktur dan komposisi MPR, Pemilihan Presiden langsung, peranan negara dan agama pada Pasal 29, otoritas moneter, Pasal 31 tentang pendidikan dan kebudayaan. Dan aturan peralihan yang salah satunya akan mengatur soal pemberlakuan hasil amandemen itu sendiri.
Kelemahan amandemen UUD 1945 antara lain adalah:
a.  Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft
     MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan. Content draft yang didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview) tentang eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan negara hukum, negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya. Juga eksposisi yang mendalam tentang esensi demokrasi, dilakukan secara mendalam. Nilai/values merupakan kerangka dasar yang harus dinyatakan dalam setiap konstitusi sebuah negara, sehingga negara yang berdiri atas nilai-nilai ideal yang diperjuangkan akan terlihat.
b.  Amandemen yang parsial dan tambal sulam
     MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan memakai kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat perubahan itu menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR tidak berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen secara parsial seperti diatas tidak dapat memberikan kejelasan terhadap konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan inkonsistensi terhadap hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari pasal-pasal yang secara redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu sama lain.
c.  Adanya bias kepentingan politik
     MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik menyebabkan dalam setiap pembahasan dan keputusan amat kental diwarnai oleh kepentingan politik masing-masing. Fraksi-fraksi politik yang ada lebih mengedepankan kepentingan dan selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan final mengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus tanpa adanya risalah rapat.
d.  Keterbatasan substansi yang dibahas MPR
     MPR hanya membatasi pada materi-materi yang belum diputuskan dan dalam penyerapannya yang tidak mencakup seluruh wilayah. Pembatasan itu jelas akan memperpanjang inkonsistensi nilai dan sistematika yang ada. Jelas hal ini merupakan bagian dari pemenjaraan secara politis untuk menyelamatkan kepentingan-kepentingan fraksi yang ada di MPR.
e.  Terbatasnya sosialisasi dan penyerapan
     Dalam penyerapan dan sosialisasi (uji sahih), BP MPR tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi publik untuk dapat berpartisipasi dalam memahami dan mengusulkan apa yang menjadi kepentingannya. Termasuk dalam proses amandemen yang keempat, MPR tidak melakukannya secara intensif dan luas kepada seluruh lapisan masyarakat diseluruh wilayah Indonesia.

f.       Tidak intensif dan maksimal
Dalam proses itu ada keterbatasan waktu yang dimiliki oleh anggota MPR , terutama anggota Badan Pekerja yang diserahi tugas mempersiapkan materi Amandemen UUD 1945 karena merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI dengan beban pekerjaan yang cukup banyak. Akibatnya kualitas materi yang dihasilkan tidak memuaskan. Padahal, konstitusi adalah suatu Kontrak Sosial antara rakyat dan negara sehingga proses perubahannya seharusnya melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik.
g.  Kelemahan dari segi substansi
     Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat dan dalam skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari naskahnya yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-perubahan substantif itu menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama empat kali dan empat tahun.
h.  Tidak adanya paradigma yang jelas.
     Model rancangan perubahan UUD 1945 yang ada sekarang, dimana semua alternatif perubahan dimasukkan dalam satu rancangan, membuka peluang lebar bagi tidak adanya paradigma, kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut. Persoalan nilai yang hendak dibangun secara prinsip telah ada dalam Pembukaan UUD 1945, hal itu juga merupakan sebab untuk tidak dirubahnya Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai yang secara prinsip tersebut tidak diatur dengan jelas pada batang tubuh UUD 1945.
i.   Tidak Sistematis
     MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana yang telah dibahas pada prosesnya, tidak mau atau tidak berani keluar dari kerangka dengan mendekonstruksikan prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah layak dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme, yang esensinya merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan Hak Azasi Manusia dan lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi oleh hukum.
UUD 1945 perlu diamandemen lagi guna mewujudkan sistem ketatanegaraan yang lebih baik.
·         Sistem Perwakilan Rakyat
MPR masih memiliki kewenangan-kewenangan yang meletakannya sebagai suatu lembaga ”supra”, bahkan diatas konstitusi, karena masih berwenang melakukan perubahan terhadap UUD 1945, dan menentukan keputusan impeachment terhadap presiden meskipun sudah ada rekomendasi dari Mahkamah Konstitusi serta wewenang untuk melakukan Judicial Review. Sifat supra dari MPR menunjukkan bahwa ada karakteristik sistem Parlementer yang masih kuat dalam sistem ketatanegaraan sehingga terjadi kerancuan dalam bernegara karena disatu pihak Presiden melaksanakan Sistem Presidensiil sedangkan DPR/MPR seringkali menginterprestasikan kinerjanya berdasarkan Sistem Parlementer. Tidak terjadi sistem checks and Balances atau akuntabilitas horizontal yang jelas antara lembaga negara. Seharusnya MPR setelah adanya DPD bukan lagi merupakan sebuah lembaga karena sudah ada DPR dan DPD yang melakukan tugas dan fungsinya kalaupun masih ada MPR hanya sebagai sebuah (joint session) lembaga pertemuan yang dibentuk jika DPR dan DPD ingin melakukan sebuah perubahan UUD. Sistem parlemen yang terjadi adalah sistem parlemen yang soft bicameralism, sehingga tidak terjadi mekanisme bikameral yang baik antara Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat yang pra amandemen mempunyai kewenangan yang tidak begitu kuat setelah amandemen berbalik menjadi sebuah lembaga yang mempunyai kekuatan yang sangat besar, bahkan melebihi ”saudara barunya/DPD”. Sehingga pada saat ini terlihat kekuasaan yang begitu besar yang dipunyai oleh DPR. DPD tidak menampakkan prestasi yang baik sampai saat ini, hal ini dapat dilihat dari hampir tidak ada RUU yang diajukan oleh DPD pada permasalahan otonomi daerah. Dari hal inipun tidak jelas mekanisme checks and balances yang dipunyai oleh DPR Dan DPD dalam kerangka kekuasaan legislasi.
·         Hak Azasi Manusia
Amandemen UUD 1945 dalam hal Hak Azasi Manusia menempatkan Amandemen Kedua UUD 1945 adalah hal yang paling signifikan dalam mengatur Hak Azasi Manusia. Di dalam Bab X A Hak Asasi Manusia ini terdapat sebanyak 10 pasal 24 ayat yang mengatur prinsip-prinsip penting tentang nilai dan prinsip kemanusiaan. Di satu sisi, mungkin sulit untuk menyangkal bahwa perumusan begitu banyak merupakan indikasi adanya komitmen di sebagian anggota majelis untuk mempromosikan dan menjamin pelaksanaan penegakan hak asasi. Namun demikian, ada beberapa masalah yang perlu diajukan karena masalah tersebut potensial mengingkari pelaksanaan penegakan hak asasi secara konsisten dan menempatkan pasal-pasal hak asasi di dalam Bab X A Hak Asasi Manusia hanya menjadi sebuah prinsip yang tidak mempunyai daya enforcement (memaksa).
B.     Jawaban Soal TAS
1.      Civil society merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Secara tekstual/formal negara Indonesia dapat dikatakan telah menerapkan civil society, namun secara kontekstual belum dapat dikatakan telah menerapkan civil society. Masyarakat Madani di Indonesia masih merupakan lembaga-lembaga yang dihasilkan oleh sistem politik represif, lebih banyak melakukan protes daripada mengajukan solusi, lebih banyak menuntut daripada memberikan sumbangan terhadap pemecahan masalah.
Karakter masyarakat madani di Indonesia juga masih sangat bergantung terhadap negara sehingga selalu berada pada posisi subordinat, khususnya bagi mereka yang berada pada strata sosial bawah. Karena itu, dalam konteks pengembangan demokrasi kenyataan ini merupakan tantangan mendesak untuk memperlancar proses demokratisasi.
Contoh konkritnya, parpol yang melakukan kontrol terhadap pemerintah belum melaksanakan tugasnya secara maksimal.
2.      Identitas nasional  secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.  
Jadi, Identitas nasional yaitu identitas suatu kelompok masyarakat yang memiliki ciri dan melahirkan tindakan secara kolektif yang diberi sebutan nasional. Identitas nasional juga merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Pancasila dapat dijadikan sebagai pedoman untuk membangun karakter/identitas bangsa Indonesia, karena Pancasila sebagai simbol persatuan dan kesatuan Indonesia dimana pertemuan nilai-nilai dan pandangan ideologi terpaut dalam sebuah titik pertemuan yang menjadi landasan bersama dalam kehidupan sebagai sebuah bangsa, seperti yang terlihat dalam kelima silanya,
1.      Ketuhanan, ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat Tuhan (yaitu kesesuaian dalam arti sebab dan akibat)(merupakan suatu nilai-nilai agama).
2.      Kemanusiaan adalah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat manusia.
3.      Persatuan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat satu, yang berarti membuat menjadi satu rakyat, daerah dan keadaan negara Indonesia sehingga terwujud satu kesatuan.
4.      Kerakyatan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat rakyat
5.      Keadilan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat adil
Kelima sila tersebut yang pada dasarnya mewakili beragam pandangan dan kelompok dominan di Indonesia pada paruh pertama abad ke 20. Pancasila juga sebagai konsensus nasional, Pancasila merupakan sebuah pandangan hidup/ideologi yang terbuka dan bersifat dinamis.
Upaya yang dapat dilakukan untuk membangun karakter bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis identitas yaitu dapat diatasi dengan mengedepankan nilai kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia harus memberlakukan kembali UUD 1945 yang asli yaitu untuk mewujudkan kehidupan nasional yang sosialistis-religius untuk mencapai keadilan dan kemakmuran sebagai puncak peradaban bangsa, dengan seluruh variabel obyektif yang dimiliki dari dasar-dasar kehidupan Indonesia. peningkatan sumber daya manusia, peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem data untuk pemerintahan yang baik bagi kehidupan budaya, meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan budaya dan lainnya. Dengan mengidentifikasi dan pemeliharaan kebudayaan dan kebijaksanaan, maka negara ini dapat mewujudkan cita-cita mulia negeri, dan juga untuk mengembalikan identitas nasional.


Kasus Pelanggaran HAM
Pelaku 1                                                     Pelaku 2
Nama                   :  Yulius                                          Nama                    :   Gabriella
Umur                   :  47 tahun                                       Umur                    :   40 tahun
Alamat                 :  Yogyakarta                                  Alamat                   :   Yogyakarta
Pekerjaan             :  Wirausaha                                    Pekerjaan              :   Guru
Jenis kelamin       :  Laki-laki                                       Jenis Kelamin         :   Perempuan
Pendidikan          :  S1                                                 Pendidikan           :   S1
Korban
Nama                   :   Kevin
Umur                   :   15 tahun
Alamat                 :   Batang
Pekerjaan             :   Pelajar
Jenis kelamin       :   Laki-laki
Pendidikan          :   SMP
Jenis pelanggaran HAM : Pemaksaan untuk memeluk agama.
Latar belakang terjadinya pelanggaran HAM :
Kevin lahir ditengah keluarga yang beragama Kristen. Ia lahir di Jogja, Yulius dan Gabriella adalah orang tua Kevin. Ia sekolah TK dan SD di sekolah Kristen di Jogja. Setelah lulus SD, Kevin melanjutkan sekolah di Batang, ikut kerabatnya dan berpisah dengan kedua orang tuanya. Walaupun ia masih SMP, ia sudah dapat berpikir dewasa, ia juga merasakan ketidaknyamanan dengan agama Kristen. Teman sekelasnya yang sangat akrab dengan Kevin, Fahri namanya, ia seorang muslim. Rajin beribadah ke masjid, mengikuti pengajian, dan tak jarang Kevin pun ikut dengannya. Lama kelamaan, seiring berjalannya waktu, Kevin merasakan ketentraman dengan agama Islam. Pada suatu hari, saat Kevin berusia 15 tahun, tepatnya Kevin kelas 3 SMP, ia terkena penyakit usus buntu dan harus di operasi. Keluarga Jogja pun langsung datang. Pasca operasi, sebelum ia siuman, di alam bawah sadar Kevin, sekitar pukul 14.00 WIB, dia mendengar suara adzan dan menggetarkan hati Kevin. Saat ia sadar, ia bertanya kepada keluarganya yang menunggu, apakah tadi ada suara adzan atau tidak. Dan tidak seorang pun yang mendengar suara adzan.
Setelah Kevin sembuh, ia menceritakan kejadian yang dialaminya sewaktu di Rumah Sakit kepada Fahri. Dan Kevin semakin mantap untuk pindah agama karena Kevin telah mendapat hidayahNya. Kevin meminta tolong Fahri untuk  membantunya supaya masuk islam. Berita tersebut di dengar oleh keluarga Jogja. Orangtuanya marah besar dan memaksa Kevin untuk kembali masuk Kristen. Berkali-kali Kevin dimarahi dan dipaksa lewat telepon, akhirnya tak tahan orang tuanya datang ke Batang dengan membawa 2 orang polisi. Kevin melarikan diri , bersembunyi di rumah Fahri. Orang tuanya tetap mencari, namun Kevin dibantu teman-temannya yang sesama muslim yang siap di tumpangi rumahnya untuk bersembunyi. Bahkan orang tua Kevin telah mengancam tidak akan menyekolahkannya lagi jika ia masih beragama islam.   
Solusi :
Menurut saya, sebaiknya Kevin mencoba mengajak berbicara dengan baik kepada pihak orang tuanya terkait pilihannya memeluk agama Islam dengan bantuan pihak ketiga, yaitu orang tua Fahri. Diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu, karena mengingat umur Kevin masih 15 tahun, di mata hukum Kevin masih dianggap anak di bawah umur. Namun jika orang tua masih memaksa dan mengancam dirinya, Kevin perlu bantuan penegak hukum atau KomNas HAM.
Strategi yang bisa dilakukan :
1.      Orang tua memang yang mengarahkan seorang anak itu beragama Yahudi, Majusi, atau Nasrani, namun ketika anak telah dewasa dan baligh, orang tua hanya menyarankan dan menasihati, sepenuhnya anak yang berhak menentukan pilihannya. Orang tua tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada anak.
2.      Orang tua wajib menghormati keputusan seorang anak.
3.      Di dalam sebuah keluarga harus bersikap terbuka dan toleran.
4.      Perlindungan terhadap anak dibawah umur.
5.       Perlunya sosialisasi terkait Kebebasan HAM.
6.      Penegakan HAM harus tegakkan, Orang tua Kevin yelah melanggar UUD 1945 pasal 28 tentang HAM dan pasal 29 tentang kebebasan memeluk agama.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar