Nama : Anisa Amalia Zikrina
NIM :
2021111050
Kelas : B
Tugas : Kewargaan
Dosen Pengampu : Dr. Shinta Dewi Rismawati, M.H.
A. Jawaban
Soal TTS
1.
Suatu
konstitusi dapat dikatakan sebagai konstitusi yang demokratis haruslah memiliki
prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu :
a.
Menempatkan
warga negara sebagai sumber utama kedaulatan
b.
Mayoritas
berkuasa dan terjaminnya hak minoritas
c.
Adanya
jaminan penghargaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara,
sehingga dengan demikian entitas kolektif, tidak dengan sendirinya menghilangkan
hak-hak dasar orang perorang
d.
Pembatasan
pemerintahan
e.
Adanya
jaminan terhadap keutuhan negara nasional dan integritas wilayah
f.
Adanya
jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang
bebas
g.
Adanya
jaminan berlakunya hukum dan keadilan melalui proses keadilan yang independent
h.
Pembatasan
dan pemisahan kekuasaan negara yang meliputi :
1)
Pemisahan
wewenang kekuasaan berdasarkan trias politika
2)
Kontrol
dan keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan.
UUD 1945 menurut saya dapat dikatakan
sebagai konstitusi yang demokratis, sebab asas-asas yang terkandung dalam UUD
1945, termasuk Pancasila di dalamnya sudah mencerminkan asas yang demokratis,
walaupun dalam aplikasinya belum mencapai taraf maksimal.
Sebagai contoh konkritnya, pada periode Orde Baru, sejak tahun 1966
terdapat beberapa praktik ketatanegaraan yang dapat dipandang sebagai konvensi
yang sifatnya melengkapi dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, seperti :
a.
Praktik
di Lembaga Tertinggi Negara bernama MPR, mengenai pengambilan keputusan
berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
b.
Pengesahan
RUU yang telah disetujui oleh DPR. Secara konstitusional presiden sebenarnya
mempunyai hak untuk menolak pengesahan RUU yang telah disetujui oleh DPR,
sebagaimana telah diisyaratkan oleh pasal 21 ayat 2 UUD 45. Tetapi dalam
praktik presiden belum pernah menggunakan wewenang konitusional tersebut,
presiden selalu mengesahkan RUU yang telah disetui oleh DPR, meskipun RUU itu
telah mengalami berbagai pembahasan dan amandemen di DPR. RUU kebanyakan
berasal dari pemerintah (presiden) sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam
pasal 5 ayat 1 UUD 45. Dalam pembahasan RUU terhadap kedudukan DPR merupakan
partner dari presiden c.q. pemerintah. Maka pengesahan RUU oleh presiden sangat
dimungkinkan karena RUU tersebut akhirnya merupakan kesepatan antara DPR dengan
pemerintah.
2.
Tujuan dari amandemen UUD 1945 ialah untuk :
a. Menyempurnakan
aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai
tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan tidak bertentangan
dengan Pembukaan UUD 1945 itu yang berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
b. Menyempurnakan
aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas
partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi.
c.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi
manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban
umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang
dicita-citakan oleh UUD 1945.
d.
Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan
modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem checks
and balances yang lebih ketat dan transparan, pembentukan lembaga-lembaga
negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan
tantangan zaman.
e.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan
kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan
bangsa, menegakkan etika, moral dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam
perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan.
f.
Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara dan perjuangan
negara untuk mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan
pemilihan umum.
g. Menyempurnakan
aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan
perkembangan aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia
dewasi ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan
datang.
Latar belakang
perlunya diamandemen ialah desakan masa kemelut politik dan krisis kepercayaan yang karena
krisis moneter tahun 1997 sehingga menampakkan kelemahan sistemik UUD 1945 yang
asli yang tidak mampu memberi jalan keluar mengatasi keadaan. Pada dasarnya,
ketidakmampuan itu bukan karena kesalahan UUD 1945, tetapi juga kebijakan
Pemerintah dan ketidakmampuan Presiden serta pejabat pemerintahan, serta tidak
adanya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas.
Sistem MPR yang berlaku masa itu
adalah pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat dan Presiden sebagai pelaksana
kekuasaan tertinggi di bawah dan bertanggung jawab kepada (untergerordnet) MPR
sehingga terpaksa melakukan rekayasa kepada Presiden Suharto untuk menguasai
MPR agar pemerintahan tidak labil.
Suharto berhasil merekayasa
sistem MPR dengan membentuk kekuatan 3-jalur, ABRI-GOLKAR-KORPRI yang menguasai
MPR dan Pak Harto sebagai pemimpin ke-3 jalur itu (Panglima Tertinggi ABRI).
Dengan demikian, walau Presiden bertunduk dan bertanggung jawab pada MPR namun
Suharto yang mengendalikan MPR. Dengan konstruksi demikian, Pak Harto berhasil
berkuasa selama lebih dari 30 tahun dengan membawa kemajuan dalam pembangunan,
tetapi berdampak pada hilangnya kontrol dan kebebasan, termasuk kebebasan pers,
dan kenyataan kekuasaan itu tamak (power tends to corrupt) sehingga telah
melahirkan banyak penyimpangan dan menghilangkan dukungan yang ikhlas (genuine)
dan kepercayaan rakyat pada kepemimpinan beliau.
Dunia berubah dengan cepat.
Kemajuan teknologi dan transportasi mendesakkan perubahan, Informasi dengan
cepat menyebar dan dapat merasuk kemana saja telah menerapkan politik ekonomi
pasar untuk menakik kemajuan dunia guna membangun negeri dan untuk menghadapi
perubahan tantangan yang demikian keras dan mendasar, setiap bangsa harus
berusaha melengkapi diri dengan sistem yang dapat membangun kepercayaan dan
dukungan rakyatnya. UUD 1945 perlu diperbaiki, agar tujuan merdeka, dapat
diwujudkan melalui struktur dan prosedur bernegara yang lebih handal, yaitu
melalui perubahan pasal dan ayatnya.
Kelebihan
dari proses amandemen UUD 1945 adalah :
a.
Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum
Melalui
Pasal 1 ayat (3) bangsa kita dapat menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai
kekuasaan yang merdeka, sehingga penghormatan kepada hak asasi manusia serta
kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law dapat
diwujudkan secara murni dan konsekuen.
b.
Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara
Dengan
diaturnya mekanisme dan aturan mengenai pengangkatan dan juga pemilihan pejabat
negara maka transparansi dan juga akuntabilitas dari pemerintahan dan tata
kelolanya dapat dipertanggungjawabkan.
c.
Pembangkit dinamika ketatanegaraan
Perubahan UUD
1945 telah banyak memberikan dinamika ketatanegaraan Republik ini. Masyarakat
Indonesia setidak-tidaknya bisa bersuara dari berbagai lembaga negara dan
sistem bernegara yang diperkenalkan oleh Perubahan tersebut.
d.
Pembatasan hak dan kekuasaan presiden
Dengan adanya
amanden UUD 1945 kita dapat melihat bahwa kekuasaan pemerintahan presiden yang
sebelumnya tidak terbatas dengan adanya amandemen dapat dibatasi hanya 2 kali
masa jabatan dimana sebelumnya presiden dapat menjabat lebih dari 2 kali masa
jabatan.
e.
Hak prerogative presiden diperjelas dan diatur
Dalam beberapa
hal hak prerogative presiden diatur dan harus dikonsultasikan dengan lembaga negara seperti mengangkat
atau menerima duta serta memberikan amnesti, abolosi grasi dan rehabilitasi.
f.
Penegasan susunan negara kesatuan RI dari pusat hingga daerah
Susunan
pemerintahan dari daerah hingga pusat dapat kita lihat setelah dilakukannya amandemen
beserta dengan otonominya sesuai dengan kekhususan, keistimewaan, dan keragaman
daerahnya.
g.
Ketentuan pengaturan wilayah negara
Dengan amandemen
wilayah dan daerah Ri semakin diatur secara jelas sehingga dapat dipertahankan
dan dijaga dengan baik oleh negara dan rakyat Indonesia.
h.
Pengaturan dan pengakuan Hak Azasi Manusia
Hak Azasi Manusia
diatur dan diakui secara jelas setelah amandemen melalui pasal 28 A hingga 28 J
dan beberapa pasal lainnya yang menghargai dan menjamin hak azasi warga negara
Indonesia.
i.
Penegasan fungsi lembaga negara
Melalui amandemen
UUD 1945 kita dapat mengetahui tentang penegasan fungsi badan legislatif,
eksekutif dan yudikatif, serta diperkenalkan sistem checks and balances yang
lebih baik daripada UUD 1945 awal sehingga pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara akan dapat dilaksanakan dan diawasi dengan lebih baik lagi.
j.
Pengenalan lembaga negara dan mekanisme kerja yang baru
Pada Perubahan
UUD ini juga diperkenalkan lembaga-lembaga negara baru dan mekanisme baru,
yaitu: Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Dewan Perwakilan Daerah.
k. Ditetapkannya mekanisme
pemilu
Mekanisme
pemilihan umum yang baru yang diperkenalkan dalam UUD 1945 adalah: 1. Pemilihan
Umum secara langsung untuk Pemilihan Presiden, 2. Pemilihan Umum untuk memilih
wakil rakyat baik DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dengan memilih
tanda gambar partai politik dan nama wakil rakyat. 3. Mekanisme pemilihan
secara langsung anggota DPD.
l. Penetapan struktur dan
komposisi MPR
Tahapan
dari amandemen UUD 1945 menuntaskan beberapa materi penting antara lain tentang
struktur dan komposisi MPR, Pemilihan Presiden langsung, peranan negara dan
agama pada Pasal 29, otoritas moneter, Pasal 31 tentang pendidikan dan kebudayaan.
Dan aturan peralihan yang salah satunya akan mengatur soal pemberlakuan hasil
amandemen itu sendiri.
Kelemahan
amandemen UUD 1945 antara lain adalah:
a. Tidak membuat kerangka
dasar perubahan dan content draft
MPR dalam membahas dan memutuskan
perubahan UUD 1945 tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara
utuh sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary)
yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan. Content
draft yang didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview)
tentang eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan
negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan negara hukum,
negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya. Juga eksposisi yang
mendalam tentang esensi demokrasi, dilakukan secara mendalam. Nilai/values
merupakan kerangka dasar yang harus dinyatakan dalam setiap konstitusi sebuah negara, sehingga negara
yang berdiri atas nilai-nilai ideal yang diperjuangkan akan terlihat.
b. Amandemen yang parsial
dan tambal sulam
MPR lebih menekankan
perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan memakai kerangka yang sudah ada
dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat perubahan itu menjadi parsial,
sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR tidak berani keluar dari
kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang relevansinya sudah tidak layak lagi
dipertahankan. Proses Amandemen secara parsial seperti diatas tidak dapat
memberikan kejelasan terhadap konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang
hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan inkonsistensi terhadap
hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari pasal-pasal
yang secara redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu sama
lain.
c. Adanya bias
kepentingan politik
MPR yang dikarenakan
keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik menyebabkan dalam setiap
pembahasan dan keputusan amat kental diwarnai oleh kepentingan politik
masing-masing. Fraksi-fraksi politik yang ada lebih mengedepankan kepentingan
dan selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa yang lebih luas. Hal ini
dapat dilihat dari pengambilan keputusan final mengenai Amandemen UUD 1945
dilakukan oleh sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim
Perumus tanpa adanya risalah rapat.
d. Keterbatasan substansi yang dibahas MPR
MPR
hanya membatasi pada materi-materi yang belum diputuskan dan dalam
penyerapannya yang tidak mencakup seluruh wilayah. Pembatasan itu jelas akan
memperpanjang inkonsistensi nilai dan sistematika yang ada. Jelas hal ini
merupakan bagian dari pemenjaraan secara politis untuk menyelamatkan
kepentingan-kepentingan fraksi yang ada di MPR.
e. Terbatasnya sosialisasi dan
penyerapan
Dalam
penyerapan dan sosialisasi (uji sahih), BP MPR tidak memberikan ruang dan waktu
yang cukup bagi publik untuk dapat berpartisipasi dalam memahami dan
mengusulkan apa yang menjadi kepentingannya. Termasuk dalam proses amandemen
yang keempat, MPR tidak melakukannya secara intensif dan luas kepada seluruh
lapisan masyarakat diseluruh wilayah Indonesia.
f.
Tidak intensif dan maksimal
Dalam proses itu ada keterbatasan
waktu yang dimiliki oleh anggota MPR ,
terutama anggota Badan Pekerja yang diserahi tugas mempersiapkan materi
Amandemen UUD 1945 karena merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI dengan beban
pekerjaan yang cukup banyak. Akibatnya
kualitas materi yang dihasilkan tidak memuaskan. Padahal, konstitusi adalah
suatu Kontrak Sosial antara rakyat dan negara sehingga proses
perubahannya seharusnya melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik.
g. Kelemahan dari segi substansi
Perubahan yang
tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat dan dalam skala yang
sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari naskahnya yang asli sebagai
warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya berisi 71 butir kaedah dasar,
sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir kaedah hukum
dasar. Perubahan-perubahan substantif itu menyangkut konsepsi yang sangat
mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat, yaitu secara bertahap selama empat kali dan empat tahun.
h. Tidak adanya paradigma yang jelas.
Model rancangan
perubahan UUD 1945 yang ada sekarang, dimana semua alternatif perubahan
dimasukkan dalam satu rancangan, membuka peluang lebar bagi tidak adanya
paradigma, kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan yang
hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut. Persoalan nilai yang
hendak dibangun secara prinsip telah ada dalam Pembukaan UUD 1945, hal itu juga
merupakan sebab untuk tidak dirubahnya Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai yang
secara prinsip tersebut tidak diatur dengan jelas pada batang tubuh UUD 1945.
i. Tidak Sistematis
MPR dalam melakukan
perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana yang telah dibahas pada prosesnya,
tidak mau atau tidak berani keluar dari kerangka dengan mendekonstruksikan
prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah layak
dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme, yang
esensinya merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan Hak Azasi Manusia dan
lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi oleh hukum.
UUD
1945 perlu diamandemen lagi guna mewujudkan sistem
ketatanegaraan yang lebih baik.
·
Sistem Perwakilan Rakyat
MPR masih memiliki kewenangan-kewenangan yang meletakannya
sebagai suatu lembaga ”supra”, bahkan diatas konstitusi, karena masih berwenang
melakukan perubahan terhadap UUD 1945, dan menentukan keputusan impeachment
terhadap presiden meskipun sudah ada rekomendasi dari Mahkamah Konstitusi serta
wewenang untuk melakukan Judicial Review. Sifat supra dari MPR menunjukkan
bahwa ada karakteristik sistem Parlementer yang masih kuat dalam sistem
ketatanegaraan sehingga terjadi kerancuan dalam bernegara karena disatu pihak
Presiden melaksanakan Sistem Presidensiil sedangkan DPR/MPR seringkali
menginterprestasikan kinerjanya berdasarkan Sistem Parlementer. Tidak terjadi
sistem checks and Balances atau akuntabilitas horizontal yang jelas antara
lembaga negara. Seharusnya MPR setelah adanya DPD bukan lagi merupakan sebuah
lembaga karena sudah ada DPR dan DPD yang melakukan tugas dan fungsinya
kalaupun masih ada MPR hanya sebagai sebuah (joint session) lembaga pertemuan
yang dibentuk jika DPR dan DPD ingin melakukan sebuah perubahan UUD. Sistem
parlemen yang terjadi adalah sistem parlemen yang soft bicameralism, sehingga
tidak terjadi mekanisme bikameral yang baik antara Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat yang pra amandemen mempunyai
kewenangan yang tidak begitu kuat setelah amandemen berbalik menjadi sebuah
lembaga yang mempunyai kekuatan yang sangat besar, bahkan melebihi ”saudara
barunya/DPD”. Sehingga pada saat ini terlihat kekuasaan yang begitu besar yang
dipunyai oleh DPR. DPD tidak menampakkan prestasi yang baik sampai saat ini,
hal ini dapat dilihat dari hampir tidak ada RUU yang diajukan oleh DPD pada
permasalahan otonomi daerah. Dari hal inipun tidak jelas mekanisme checks and
balances yang dipunyai oleh DPR Dan DPD dalam kerangka kekuasaan legislasi.
·
Hak Azasi Manusia
Amandemen UUD 1945 dalam hal Hak
Azasi Manusia menempatkan Amandemen Kedua UUD 1945 adalah hal yang paling
signifikan dalam mengatur Hak Azasi Manusia. Di dalam Bab X A Hak Asasi Manusia
ini terdapat sebanyak 10 pasal 24 ayat yang mengatur prinsip-prinsip penting
tentang nilai dan prinsip kemanusiaan. Di satu sisi, mungkin sulit untuk
menyangkal bahwa perumusan begitu banyak merupakan indikasi adanya komitmen di
sebagian anggota majelis untuk mempromosikan dan menjamin pelaksanaan penegakan
hak asasi. Namun demikian, ada beberapa masalah yang perlu diajukan karena
masalah tersebut potensial mengingkari pelaksanaan penegakan hak asasi secara
konsisten dan menempatkan pasal-pasal hak asasi di dalam Bab X A Hak Asasi
Manusia hanya menjadi sebuah prinsip yang tidak mempunyai daya enforcement (memaksa).
B. Jawaban Soal TAS
1.
Civil
society merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Secara tekstual/formal negara Indonesia dapat dikatakan telah menerapkan
civil society, namun secara kontekstual belum dapat dikatakan telah menerapkan
civil society. Masyarakat Madani di Indonesia masih merupakan lembaga-lembaga
yang dihasilkan oleh sistem politik represif, lebih banyak melakukan protes
daripada mengajukan solusi, lebih banyak menuntut daripada memberikan sumbangan
terhadap pemecahan masalah.
Karakter masyarakat madani di Indonesia juga masih sangat bergantung
terhadap negara sehingga selalu berada pada posisi subordinat, khususnya bagi
mereka yang berada pada strata sosial bawah. Karena itu, dalam konteks
pengembangan demokrasi kenyataan ini merupakan tantangan mendesak untuk
memperlancar proses demokratisasi.
Contoh konkritnya, parpol yang melakukan kontrol terhadap pemerintah belum
melaksanakan tugasnya secara maksimal.
2.
Identitas nasional secara terminologis adalah
suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan
bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini
maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai
dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.
Jadi, Identitas nasional yaitu identitas suatu kelompok masyarakat yang
memiliki ciri dan melahirkan tindakan secara kolektif yang diberi sebutan
nasional. Identitas nasional juga merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi
makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang
dalam masyarakat.
Pancasila dapat dijadikan sebagai pedoman untuk membangun karakter/identitas
bangsa Indonesia, karena Pancasila sebagai simbol persatuan dan kesatuan Indonesia
dimana pertemuan nilai-nilai dan pandangan ideologi terpaut dalam sebuah titik
pertemuan yang menjadi landasan bersama dalam kehidupan sebagai sebuah bangsa,
seperti yang terlihat dalam kelima silanya,
1. Ketuhanan, ialah sifat-sifat keadaan Negara
yang sesuai dengan hakikat Tuhan (yaitu kesesuaian dalam arti sebab dan
akibat)(merupakan suatu nilai-nilai agama).
2. Kemanusiaan adalah sifat-sifat keadaan Negara
yang sesuai dengan hakikat manusia.
3. Persatuan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara
yang sesuai dengan hakikat satu, yang berarti membuat menjadi satu rakyat,
daerah dan keadaan negara Indonesia sehingga terwujud satu kesatuan.
4. Kerakyatan yaitu sifat-sifat dan keadaan
Negara yang sesuai dengan hakikat rakyat
5. Keadilan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara
yang sesuai dengan hakikat adil
Kelima sila tersebut yang pada dasarnya mewakili beragam pandangan dan
kelompok dominan di Indonesia pada paruh pertama abad ke 20. Pancasila juga
sebagai konsensus nasional, Pancasila merupakan sebuah pandangan hidup/ideologi
yang terbuka dan bersifat dinamis.
Upaya
yang dapat dilakukan untuk membangun karakter bangsa Indonesia yang sedang
mengalami krisis identitas yaitu dapat diatasi dengan
mengedepankan nilai kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa
Indonesia harus memberlakukan kembali UUD 1945 yang asli yaitu untuk mewujudkan
kehidupan nasional yang sosialistis-religius untuk mencapai keadilan dan
kemakmuran sebagai puncak peradaban bangsa, dengan seluruh variabel obyektif
yang dimiliki dari dasar-dasar kehidupan Indonesia. peningkatan
sumber daya manusia, peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem data untuk
pemerintahan yang baik bagi kehidupan budaya, meningkatkan peran masyarakat
dalam pengelolaan budaya dan lainnya. Dengan mengidentifikasi dan pemeliharaan kebudayaan dan
kebijaksanaan, maka negara ini dapat mewujudkan cita-cita mulia negeri, dan juga untuk
mengembalikan identitas nasional.
Kasus Pelanggaran HAM
Pelaku 1 Pelaku
2
Nama : Yulius Nama : Gabriella
Umur
: 47 tahun Umur :
40 tahun
Alamat : Yogyakarta Alamat :
Yogyakarta
Pekerjaan :
Wirausaha Pekerjaan
: Guru
Jenis
kelamin : Laki-laki Jenis
Kelamin : Perempuan
Pendidikan :
S1 Pendidikan
: S1
Korban
Nama : Kevin
Umur : 15 tahun
Alamat : Batang
Pekerjaan :
Pelajar
Jenis
kelamin : Laki-laki
Pendidikan
: SMP
Jenis pelanggaran HAM : Pemaksaan untuk memeluk agama.
Latar belakang terjadinya pelanggaran HAM :
Kevin
lahir ditengah keluarga yang beragama Kristen. Ia lahir di Jogja, Yulius dan Gabriella
adalah orang tua Kevin. Ia sekolah TK dan SD di sekolah Kristen di Jogja. Setelah
lulus SD, Kevin melanjutkan sekolah di Batang, ikut kerabatnya dan berpisah
dengan kedua orang tuanya. Walaupun ia masih SMP, ia sudah dapat berpikir
dewasa, ia juga merasakan ketidaknyamanan dengan agama Kristen. Teman
sekelasnya yang sangat akrab dengan Kevin, Fahri namanya, ia seorang muslim.
Rajin beribadah ke masjid, mengikuti pengajian, dan tak jarang Kevin pun ikut
dengannya. Lama kelamaan, seiring berjalannya waktu, Kevin merasakan
ketentraman dengan agama Islam. Pada suatu hari, saat Kevin berusia 15 tahun, tepatnya
Kevin kelas 3 SMP, ia terkena penyakit usus buntu dan harus di operasi. Keluarga
Jogja pun langsung datang. Pasca operasi, sebelum ia siuman, di alam bawah
sadar Kevin, sekitar pukul 14.00 WIB, dia mendengar suara adzan dan
menggetarkan hati Kevin. Saat ia sadar, ia bertanya kepada keluarganya yang
menunggu, apakah tadi ada suara adzan atau tidak. Dan tidak seorang pun yang
mendengar suara adzan.
Setelah
Kevin sembuh, ia menceritakan kejadian yang dialaminya sewaktu di Rumah Sakit
kepada Fahri. Dan Kevin semakin mantap untuk pindah agama karena Kevin telah
mendapat hidayahNya. Kevin meminta tolong Fahri untuk membantunya supaya masuk islam. Berita
tersebut di dengar oleh keluarga Jogja. Orangtuanya marah besar dan memaksa
Kevin untuk kembali masuk Kristen. Berkali-kali Kevin dimarahi dan dipaksa
lewat telepon, akhirnya tak tahan orang tuanya datang ke Batang dengan membawa
2 orang polisi. Kevin melarikan diri , bersembunyi di rumah Fahri. Orang tuanya
tetap mencari, namun Kevin dibantu teman-temannya yang sesama muslim yang siap
di tumpangi rumahnya untuk bersembunyi. Bahkan orang tua Kevin telah mengancam
tidak akan menyekolahkannya lagi jika ia masih beragama islam.
Solusi :
Menurut
saya, sebaiknya Kevin mencoba mengajak berbicara dengan baik kepada pihak orang
tuanya terkait pilihannya memeluk agama Islam dengan bantuan pihak ketiga,
yaitu orang tua Fahri. Diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu, karena
mengingat umur Kevin masih 15 tahun, di mata hukum Kevin masih dianggap anak di
bawah umur. Namun jika orang tua masih memaksa dan mengancam dirinya, Kevin
perlu bantuan penegak hukum atau KomNas HAM.
Strategi yang bisa dilakukan :
1. Orang tua memang yang mengarahkan seorang anak itu
beragama Yahudi, Majusi, atau Nasrani, namun ketika anak telah dewasa dan
baligh, orang tua hanya menyarankan dan menasihati, sepenuhnya anak yang berhak
menentukan pilihannya. Orang tua tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada anak.
2. Orang tua wajib menghormati keputusan seorang anak.
3. Di dalam sebuah keluarga harus bersikap terbuka dan
toleran.
4. Perlindungan terhadap anak dibawah umur.
5. Perlunya
sosialisasi terkait Kebebasan HAM.
6. Penegakan HAM harus tegakkan, Orang tua Kevin yelah
melanggar UUD 1945 pasal 28 tentang HAM dan pasal 29 tentang kebebasan memeluk
agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar