Sabtu, 23 Februari 2013

Makalah Tafsir Tarbawi II


PENDAHULUAN

Manusia diciptakan oleh Allah berasal dari sari pati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudghah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna, yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah. Adapun dalam tahapan-tahapan selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah adalah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Termasuk diantaranya malaikat, jin, iblis, binatang dan lain-lain.
                                    Dalam makalah ini akan dibahas mengenai asal kejadian manusia ditinjau dari perspektif islam, diantaranya dalam QS. Ar_Rum ayat 54, QS.At-Tin 4-6, dan QS. Al-Mu’min ayat 67.










PEMBAHASAN
A.    QS. Ar-Rum ayat 54
1.      Ayat
                         http://www.surah.my/images/s030/a054.png
2.      Terjemah 
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali)dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
3.      Mufrodat
menciptakan kamu :  خَلَقَكُم
keadaan lemah :  ضَعْفٍ
kuat   :    قُوَّةً
dan beruban : وَشَيْبَةً
yang dikehendaki-Nya :  يَشَآءُ
4.      Asbabun Nuzul
QS. Ar-Rum ayat 54 tidak terdapat Asbabun Nuzul.
5.      Munasabah
Munasabah QS. Ar-Rum dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 51,52, dan 53 adalah bahwa dalam ayat sebelumnya diterangkan tanda kekuasaan Allah antara lain berupa penurunan hujan yang menghidupkan kembali tanah yang mati menjadi hidup dan subur. Allah juga telah menurunkan Rasul-Rasul untuk menghidupkan hati-hati yang mati. Peristiwa itu menjadi petunjuk bahwa Allah mampu menghidupkan kembali manusia dari kematiannya dan mampu membalas amal mereka nanti di akhirat. Oleh karena itu, manusia seharusnya beriman kepada Allah dan berbuat baik. Dalam ayat berikut Allah menyampaikan masih adanya manusia yang kafir sekalipun ia telah menyampaikan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang besar itu.
6.      Tafsir
 ضَعْفٍ مِّن خَلَقَكُم لَّذِى ٱللَّهُ  (Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah)  yaitu dari air mani yang hina lagi lemah itu - ضَعْفٍ بَعْدِ مِّن جَعَلَ ثُمَّ  (kemudian Dia menjadikan kalian sesudah keadaan lemah) yang lain yaitu masa kanak-kanak -قُوَّةً (menjadi kuat) yaitu masa muda yang penuh semangat dan kekuatan -
وَشَيْبَةً ضَعْفًا قُوَّةٍ بَعْدِ مِنۢجَعَلَ ثُمَّ (kemudian Dia menjadikan kalian sesudah kuat itu lemah kembali dan beruban) yaitu lemah karena sudah tua dan rambut pun sudah putih - يَشَآءُ مَا يَخْلُقُ (Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya) ada yang lemah, yang kuat, yang muda, dan yang tua - ٱلْعَلِيمُ وَهُوَ  (dan Dialah Yang Maha Mengetahui) yaitu mengatur makhluknya - ٱلْقَدِيرُ (lagi Maha Kuasa) atas semua yang dikehendaki-Nya.[1]
      Ayat ini memulai dengan menyebut nama wujud yang teragung dan yang khusus bagi-Nya serta yang mencakup segala sifat-Nya yakni Allah, yang menciptakan kalian dari keadaan lemah yakni sperma yang bertemu dengan indung telur. Lalu tahap demi tahap meningkat dan meningkat hingga setelah melalui tahap bayi, kanak-kanak dan remaja, Dia menjadikan kamu sesudah keadaan lemah memiliki kekuatan sehingga kamu menjadi dewasa dan sempurna umur. Ini pun berlangsung cukup lama. Kemudian setelah melalui belasan tahun dan melewati usia matang, Dia menjadikan kamu sesudah menyandang kekuatan itu menderita kelemahan kembali dengan hilangnya sekian banyak potensi, dan tumbuhnya uban di kepala kamu. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya sesuai hikmah kebijaksanaan-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.[2]
      Melalui ayat ini Allah mengemukakan hujjahnya terhadap orang-orang musyrik yang ingkar akan adanya hari berbangkit, Tuhan yang telah menciptakan kalian dari air mani yang hina,dan pendengaran serta penglihatan dan hati bagi kalian, kemudian Dia menjadikan kalian kuat dan mempunyai kemampuan untuk berkreatif sesudah kalian dalam keadaan lemah karena masih kecil. Dan sesudah itu Dia menjadikan kalian lemah karena tua dan pikun, sesudah kalian kuat dalam usia muda kalian. Maka Tuhan yang telah menjadikan hal-hal tersebut Maha Kuasa untuk mengembalikan kalian hidup kembali sesudah kalian binasa, dan sesudah kalian berupa tulang-belulang hancur luluh.[3]
7.      Aspek Tarbawi
Dari ayat diatas, sesungguhnya perpindahan manusia dari fase-fase kejadiannya selangkah demi selangkah, mulai dari lemah hingga menjadi kuat, kemudian dari kuat menjadi lemah kembali. Hal ini jelas menunjukkan akan kekuasaan Yang Maha Pencipta Lagi Maha Berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya, baik di bumi atau di langit. Dan tidaklah sulit bagi Allah untuk mengembalikan manusia menjadi hidup kembali.
B.     QS. At-Tin  4-6
1.      Ayat

Artinya:
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (4). “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” (5). “Kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (6).


2.      Makna Mufrodat

اخَلَقْنَ لَقَدْ  : Sesungguhnya kami telah menciptakan
تَقْوِيْمُ أحْسَنُ     :  Sebaik-baik bentuk
رَدَدْنَاهُ ثُمَّ           :  Kemudian kami mengembalikannya (manusia)
سَافِلِيْنَ اَسْفَلَ   :  Tempat yang serendah-rendahnya
آمَنُوْا  الَّذِيْنَ اِلَّا    :  Kecuali Orang-orang yang beriman
الصَّالِحَاتِ وَعَمِلُوُا :  Dan Orang-orang yang beramal shalIh
أَجْرٌ   هُمْفَلَ  :  Maka bagi mereka pahala (balasan)
مَمْنُوْنٍ غَيْرُ :  Terus-menerus (tanpa henti)/ tiada putus-putusnya.[4]

3.      Asbabun Nuzul
Qs. At-Tin ayat 5-6
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa QS. 95:5 mengandung arti ke tingkat pikun (seperti bayi lagi). Oleh karena itu Rasulullah saw ditanya tentang (kedudukan) orang yang telah pikun itu. Maka Allah SWT mneurunkan ayat selanjutnya QS. 95:6 yang menegaskan bahwa mereka yang beriman dan beramal shpleh sebellum pikun akan dapat pahala yang tidak putus-putus. (diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-“Ufi bersumber dari Ibnu Abbas).[5]
4.      Munasabah
Nama At-Tin diambil dari kata at-Tin yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya buah tin.
Dalam ayat-ayat yang lalu, Allah menerangkan tentang manusia yang agung yaitu Nabi Muhammad SAW. Dengan berbagai keistimewaannya, seperti keimanan yang kokoh, kesucian diri dari dosa-dosa, dan kemuliaan namanya. dalam ayat-ayat berikut, Allah bersumpah untuk menegaskan bahwa manusiapun telah Allah ciptakan sebagai makhluk terbaik dan mulia. Oleh karena itu, jangan diubah menjadi rendah derajatnya dan hina.[6]
5.      Tafsir Qs. At-Tin 4-6


“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (4).
Manusia bukanlah makhluk yang tercipta dengan sendirinya sebagaimana yang dikemukakan materialisme, tetapi manusia adalah makluk yang diciptakan oleh Tuhan (Allah). Di ayat ini Tuhan menggunakan kata kami, menunjukkan adanya keterlibatan pihak selain Tuhan dalam penciptaan ini, dalam hal ini yang terlibat adalah ibu, dan bapak manusia.
Sedangkan yang dimaksud dengan bentuk yang sebaik-baiknya adalah bahwa manusia diciptakan Tuhan dibekali keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk lain berupa kesempurnaan yang melebihi makhluk lainya. Dalam pemahaman kesempurnaan disini meliputi kesempurnaan fisik ideal tegak lurus seperti yang kita ketahui dalam kehidupan sehari-hari, tangan yang memudahkan manusia mengambil sesuatu dengan mudah, dan kesempurnaan jiwa, dan akal yang digunakan untuk mengontrol segala perbuatan yang baik atau buruk, atau kita bisa meringkas kesempurnaan-kesempunaan manusia tersebut dengan kata kesempurnaan fisik, dan psikis.
 At Tiin Ayat 5

“Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.”

Manusia diciptakan Tuhan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap pembentukan tubuh (fisik), kedua, tahap penghembusan Ruh Ilahiyah yang bersumber langsung dari Tuhan.

Seperti diketahui, pada manusia diciptakan dengan menyempurnakan fisiknya terlebih dahulu melalui proses ilmiah, yaitu dimulai dengan sari pati bumi, kemudian pertemuan antara ovum, dan sperma, kemudian berdempetnya zyghot kedinding rahim, kemudian segumpal daging, dan tulang, dan setelah fisiknya disempurnakan baru ditiupkanlah Ruh kepadanya.

Fisik beraktivitas untuk mempertahankan hidup jasmani, dan keturunan, sedangkan roh mengantarkan hubungan dengan penciptanya, dan inilah yang menunjukkan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya sesuai dengan tuntunan Ilahi. Ruh Ilahi adalah daya tarik yang membutuhkan fisik, dan jiwa. Tetapi, apabila ia hanya memperhatikan, dan mengangkat manusia ke tingkat kesempurnaan. Manusia mencapai tingkat setinggi-tingginya apabila terjadi perpaduan antara kebutuhan jasmani, dan rohani. Tetapi,  apabila ia hanya memperhatikan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya saja, ia akan kembali atau dikembalikan kepada proses awalnya, sebelum Ruh Ilahi itu menyentuh fisiknya, ia kembali ke asfala safilin.
At Tiin Ayat 6


“Kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”

Namun di pembahasan ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman, dan beramal shalehlah yang tidak dijatuhkan ketempat yang serendah-rendahnya tadi, karena ia mempertahankan kehadiran iman dalam kalbunya, dan beramal shaleh dalam kehidupan sehari-hari.

Maksud dari kata (ممنون) disini adalah terputusnya krisis atau kesulitan yang dihadapi sang penerima disebabkan adanya nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya. Penjelasan ini bisa diambil dari pengembalian kata ممنون terambil dari kata منن yang mempunyai arti memutus atau memotong. Dengan demikian ghairu mamnun berarti tidak putus-putusnya. Kata منة yang mengandung makna nikmat/karunia juga berasal dari kata yang sama, sehingga dapat disimpulkan dengan penafsiran seperti yang sudah dipaparkan.[7]
6.      Aspek Tarbawi
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang di ciptakan oleh Tuhan. Manusia dibekali dengan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lainya, keistimewaan itu adalah keistimewaan fisik, jiwa dan akalnya. Manusia tercipta dengan cara dua tahap utama yaitu penyempurnaan fisiknya dan penghembusan ruh ilahi kepadanya. Antara kebutuhan jasmani dan rohani itu harus seimbang, karena apabila manusia hanya mementingkan kebutuhan jasmaninya saja maka manusia itu tidak akan mencapai pada kesempurnaan begitu juga sebaliknya.

C.    QS. Al-Mu’min ayat 67
1.      Ayat dan terjemahan al-Qur’an surat al-Mu’min ayat 67
هُوَالَّذِي خَلَقَكُم مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُطفَةٍ ثُمَّ مِن عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخرِجُكُم طِفلاً ثُمَّ لِتَبلُغُوااَشُدَّكُم
ثُمَّ لِتَكُونُواشُيُخًا وَمِنكُم مَن يُتَوَفَّى مِن قَبلُ وَلِتَبلُغُوااَجَلًا مُسَمًى وَّلَعَلَّكُم تَعقِلُونَ
Artinya : “ Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi diantara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (kami perbuat demikian ) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti”.[8]
2.      Mufrodat al-Qur’an surat al-Mu’min ayat 67
Kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai pada masa (dewasa) : 
ثُمَّ لِتَبلُغوااَشُدَّكُم              
Kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua : ثُمَّ لِتَكُونُواشُيُوخًا
Seorang anak : طِفلًا
                  Dan supaya kamu memahami (nya) :تعقِلُونَ وَلَعَلَكُم [9]

3.      Munasabah  surat al-Mu’min ayat 67 dengan ayat sebelumnya
Pada ayat 57 diperingatkan kepada manusia, bahwa kejadian dan penciptaan semua langit dan bumi lebih besar dari penciptaan manusia. Kemudian selanjutnya dalam ayat ayat 61 diperingatan pergantian diantara malam dengan siang dan hubungannya dengan manusia tadi. Meskipun penciptaan manusia kecil tida ada artinya dibandingkan dengan penciptaan langit dan bumi, namun manusia masih diberi karunia buat diatas bumi, mengambil faedah dari pertukaran malam dengan siang itu. Bagaimanapun kecilnya insan , sehingga seakan-akan tidak ada arti, namun perhatian Allah kepada mereka tetap besar. Dalam ayat 64 dijelaskan beberapa karunia Tuhan atas insan, bumi dijadikan tempat tinggal tetap, langit dijadikan bangunan indah dan bentuk rupa manusia itu sendiri dibuat sangat indah, sangat bagus , penata keindahan tuhan itu sendiri.
Meskipun penciptaan langit dan bumi lebih besar dari penciptaan manusia, namun hidupnya yang kecil itu diatur pertumbuhan dengan indah sekali, sejak dari tanah, naik jadi nutfah, naik jadi ‘alaqah, lahir jadi orang, sampai dewasa dan ada yang sampai tua. Semua itu diuraikan dan sesudah diuraikan diberilah peringatan kepada manusia supaya jangan dia lupa siapa yang mengatur semuanya.[10]
4.      Munasabah surat al-Mu’min ayat 67 dengan ayat 68
“Dialah yang menghidupakan dan yang mematikan”.(pangkal ayat 68). Dia yang memberi nyawa sejak cukupnya penciptaan didalam rahim ibu. Ketika itulah kehidupan mulai dipasangkan ke dalam tubuh jasmani. Dan Dia pula yang mematikan apabila waktunya telah datang. Manusia hanya menunggu panggilan itu. Tiba panggilan, tidak ada yang dapat mengelak. “Dan apabila Dia telah memutuskan sesuatu, berkatalah Dia kepadanya : “jadilah !” atau adalah, atau terlaksanakanlah, “maka dia pun jadi!” (ujung ayat 68). Tidak ada yang dapat berusaha untuk tidak jadi.

5.      Tafsir surat al-Mu’min ayat 67
هُوَالَّذِي خَلَقَكُم مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُطفَةٍ ثُمَّ مِن عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخرِجُكُم طِفلاً ثُمَّ لِتَبلُغُوااَش                         
ثُمَّ لِتَكُونُواشُيُخًا وَمِنكُم مَن يُتَوَفَّى مِن قَبلُ وَلِتَبلُغُوااَجَلًا مُسَمًى وَّلَعَلَّكُم تَعقِلُونَ
هُوَ الَّذِى خَلَقَكُم مِن تُرَاب (Dialah yang menciptakan kalian dari tanah) yang menciptakan bapak moyang kalian yaitu, Nabi Adam, dari tanah liat ثُمَّ مِن نُطفَةٍ (kemudian dari setetes nutfah) yakni air mani  مِن عَلَقَةٍثُمَّ  (sesudah itu dari segumpal darah) yakni darah kental ثُمَّ يُخرِجُكُم طِفلًا (kemudian dikeluarkan-Nya kalian sebagai seorang anak) lafaz tiflan sekalipun bentuknya mufrad atau tunggal, bermakna jamak ثُمَّ (kemudian) dibiarkan-Nya kalian hidup –اَشُدَّكّم  لِتَبلُغُوا (supaya kalian sampai kepada masa dewasa) masa sempurnanya kekuatan kalian, yaitu diantara umur tiga puluh sampai dengan empat puluh tahun -لِتَكُونُواشُيُوخًا ثُمَّ (kemudian dibiarkan-Nya kalian hidup sampai tua) dapat dibaca syuyukhan atau syiyukhan مَّن يُتَوَفّى مِن قَبلُوَمِنكُم (diantara kalian ada yang diwafatkan sebelum itu) yakni sebelum dewasa dan sebelum mencapai usia tua. Dia melakukan hal tersebut kepada kalian supaya kalian hidup – وَلِتَبلُغُوا اَجَلًا مُّسَمًّى (dan supaya kalian sampai pada aja yang ditentukan) yakni waktu yang telah dibataskan bagi hidup kalian –تَعقِلُونَ  وَلَعَلَّكُم (dan supaya kalian memahami) bukti-buktiyang menunjukan keesaan-Nya, kemudian kalianberiman kepada-Nya.[11]
6.      Aspek Tarbawi
Tubuh jasmani ini, badan kasar ini seluruhnya diambil bahannya dari sari pati tanah tanah, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minumannya. Dzat-dzat makanan itu memperkaya darah manusia. Darah itulah yang mengandung mani, atau sperma. Mani atau sperma keluar setelah terjadi persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Di dalam rahim, keduanya bercampur menjadi satu lalu membeku menjadi mudghah, dan selanjutnya setelah genap bulannya,Allah mengeluarkannya dari rahim ibunya. Supaya mengerti dan yakinlah bahwa segalanya semata-mata Allah yang menentukan, tidak dicampuri oleh tangan sedikitpun. Tidak ada manusia itu sendiri pada hakikatnya yang berkuasa atas dirinya sendiri.










PENUTUP

Kesimpulan
Dalam tafsir QS. Ar-Rum ayat 54 sesungguhnya perpindahan manusia dari fase-fase kejadiannya selangkah demi selangkah, mulai dari lemah hingga menjadi kuat, kemudian dari kuat menjadi lemah kembali. Hal ini jelas menunjukkan akan kekuasaan Yang Maha Pencipta Lagi Maha Berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya, baik di bumi atau di langit. Dan tidaklah sulit bagi Allah untuk mengembalikan manusia menjadi hidup kembali.  Tapi tahapan tersebut merupakan tahapan manusia secara umum, karena tidak semua manusia dalam hidupnya akan meninggal sampai saat tua/pikun. Ada yang masih bayi, remaja, ataupun usia-usia pertengahan, itu semua tergantung kehendak Allah SWT.
Kemudian dalam tafsir QS. At-Tin ayat 4-6, manusia bukanlah makhluk yang tercipta dengan sendirinya sebagaimana yang dikemukakan materialisme, tetapi manusia adalah makluk yang diciptakan oleh Tuhan (Allah). Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang di ciptakan oleh Tuhan. Manusia dibekali dengan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lainya, keistimewaan itu adalah keistimewaan fisik, jiwa dan akalnya. Manusia tercipta dengan cara dua tahap utama yaitu penyempurnaan fisiknya dan penghembusan ruh ilahi kepadanya. Antara kebutuhan jasmani dan rohani itu harus seimbang, karena apabila manusia hanya mementingkan kebutuhan jasmaninya saja maka manusia itu tidak akan mencapai pada kesempurnaan begitu juga sebaliknya.

Dalam tafsir QS. Al-Mu’min ayat 67 bahwa badan kasar ini seluruhnya diambil bahannya dari sari pati tanah tanah, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minumannya. Dzat-dzat makanan itu memperkaya darah manusia. Darah itulah yang mengandung mani, atau sperma. Mani atau sperma keluar setelah terjadi persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Di dalam rahim, keduanya bercampur menjadi satu lalu membeku menjadi mudghah, dan selanjutnya setelah genap bulannya,Allah mengeluarkannya dari rahim ibunya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2010
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta : Lentera Hati. 2002
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi. Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang. 1992
Al-Qur’an Bayan. Jakarta: Bayan Al-Qur’an. 2009
Drs. H. Asrori, M.A. Tafsir Al-Asraar. Yogyakarta: Daarut Tajdiid, 2012
Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim. Tafsir al-Azhar. Surabaya:Yayasan Latimojong.1981
















[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010, hlm. 466-467
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta : Lentera Hati, 2002, hlm.97
[3] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992, hlm.119
[4] Al-Qur’an Bayan. Jakarta:Bayan Al-Qur’an, 2009. hlm 597
[5] Drs. H. Asrori, M.A. Tafsir Al-Asraar. Yogyakarta: Daarut Tajdiid, 2012,  hlm74
[6] Al-Qur’an Bayan. Jakarta : Bayan Al-Qur’an, 2009, hlm 597
[7]M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. (Lentera Hati:Tanggerang.2005).hlm 377-385
[8] Departemen Agama, al-Qur’an Bayan, h.475
[9] Imam Jalaludin as-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2,Bandung : Sinar Baru Argensindo, 2009) h. 726
[10] Prof.DR.H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, Surabaya:Yayasan Latimojong.1981, h.203
[11] Imam Jalaludin as-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2, Bandung : Sinar Baru Argensindo, 2009,  h.726