PENDAHULUAN
Manusia diciptakan oleh Allah berasal
dari sari pati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudghah sehingga
akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna, yang memiliki berbagai
kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah
diberikan Allah. Adapun dalam tahapan-tahapan selanjutnya, Al-Quran tidak
menjelaskan secara rinci. Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah adalah
yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Termasuk
diantaranya malaikat, jin, iblis, binatang dan lain-lain.
Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai asal kejadian manusia ditinjau dari
perspektif islam, diantaranya dalam QS. Ar_Rum ayat 54, QS.At-Tin 4-6, dan QS.
Al-Mu’min ayat 67.
PEMBAHASAN
A. QS. Ar-Rum ayat
54
1. Ayat
2. Terjemah
“Allah,
Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali)dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya
dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
3. Mufrodat
menciptakan kamu : خَلَقَكُم
keadaan lemah : ضَعْفٍ
kuat : قُوَّةً
dan beruban : وَشَيْبَةً
yang dikehendaki-Nya : يَشَآءُ
4.
Asbabun Nuzul
QS. Ar-Rum ayat
54 tidak terdapat Asbabun Nuzul.
5. Munasabah
Munasabah
QS. Ar-Rum dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 51,52, dan 53 adalah bahwa dalam
ayat sebelumnya diterangkan tanda kekuasaan Allah antara lain berupa penurunan
hujan yang menghidupkan kembali tanah yang mati menjadi hidup dan subur. Allah
juga telah menurunkan Rasul-Rasul untuk menghidupkan hati-hati yang mati.
Peristiwa itu menjadi petunjuk bahwa Allah mampu menghidupkan kembali manusia
dari kematiannya dan mampu membalas amal mereka nanti di akhirat. Oleh karena
itu, manusia seharusnya beriman kepada Allah dan berbuat baik. Dalam ayat
berikut Allah menyampaikan masih adanya manusia yang kafir sekalipun ia telah
menyampaikan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang besar itu.
6. Tafsir
ضَعْفٍ مِّن خَلَقَكُم لَّذِى ٱللَّهُ (Allah, Dialah yang menciptakan kalian
dari keadaan lemah) yaitu dari air mani yang hina lagi lemah itu - ضَعْفٍ بَعْدِ مِّن جَعَلَ ثُمَّ (kemudian Dia menjadikan kalian
sesudah keadaan lemah)
yang lain yaitu masa kanak-kanak -قُوَّةً (menjadi kuat) yaitu masa muda yang penuh
semangat dan kekuatan -
وَشَيْبَةً ضَعْفًا قُوَّةٍ بَعْدِ
مِنۢجَعَلَ ثُمَّ (kemudian
Dia menjadikan kalian sesudah kuat itu lemah kembali dan beruban) yaitu lemah karena sudah tua dan
rambut pun sudah putih - يَشَآءُ مَا يَخْلُقُ (Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya)
ada yang lemah, yang kuat, yang
muda, dan yang tua - ٱلْعَلِيمُ وَهُوَ (dan Dialah Yang Maha Mengetahui) yaitu mengatur makhluknya - ٱلْقَدِيرُ
(lagi Maha Kuasa) atas semua yang dikehendaki-Nya.[1]
Ayat ini memulai dengan menyebut nama
wujud yang teragung dan yang khusus bagi-Nya serta yang mencakup segala
sifat-Nya yakni Allah, yang
menciptakan kalian dari keadaan lemah yakni sperma yang
bertemu dengan indung telur. Lalu tahap demi tahap meningkat dan meningkat hingga setelah melalui tahap bayi,
kanak-kanak dan remaja, Dia menjadikan kamu
sesudah keadaan lemah memiliki
kekuatan sehingga kamu menjadi dewasa dan sempurna umur. Ini pun
berlangsung cukup lama. Kemudian setelah melalui belasan tahun dan melewati
usia matang, Dia menjadikan kamu sesudah menyandang kekuatan itu menderita kelemahan kembali dengan hilangnya sekian
banyak potensi, dan tumbuhnya uban di kepala kamu. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya sesuai
hikmah kebijaksanaan-Nya dan Dialah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.[2]
Melalui ayat ini Allah
mengemukakan hujjahnya terhadap orang-orang musyrik yang ingkar akan adanya
hari berbangkit, Tuhan yang telah menciptakan kalian dari air mani yang hina,dan
pendengaran serta penglihatan dan hati bagi kalian, kemudian Dia menjadikan
kalian kuat dan mempunyai kemampuan untuk berkreatif sesudah kalian dalam
keadaan lemah karena masih kecil. Dan sesudah itu Dia menjadikan kalian lemah
karena tua dan pikun, sesudah kalian kuat dalam usia muda kalian. Maka Tuhan
yang telah menjadikan hal-hal tersebut Maha Kuasa untuk mengembalikan kalian
hidup kembali sesudah kalian binasa, dan sesudah kalian berupa tulang-belulang
hancur luluh.[3]
7.
Aspek Tarbawi
Dari ayat diatas, sesungguhnya
perpindahan manusia dari fase-fase kejadiannya selangkah demi selangkah, mulai
dari lemah hingga menjadi
kuat, kemudian dari kuat menjadi lemah kembali. Hal ini jelas menunjukkan akan
kekuasaan Yang Maha Pencipta Lagi Maha Berbuat menurut apa yang
dikehendaki-Nya, baik di bumi atau di langit. Dan tidaklah sulit bagi Allah
untuk mengembalikan manusia menjadi hidup kembali.
B.
QS.
At-Tin 4-6
1. Ayat
Artinya:
“Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (4). “Kemudian kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” (5). “Kecuali orang-orang
yang beriman, dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya.” (6).
2. Makna
Mufrodat
اخَلَقْنَ لَقَدْ : Sesungguhnya kami
telah menciptakan
تَقْوِيْمُ أحْسَنُ : Sebaik-baik bentuk
رَدَدْنَاهُ ثُمَّ : Kemudian kami mengembalikannya (manusia)
سَافِلِيْنَ اَسْفَلَ : Tempat yang serendah-rendahnya
آمَنُوْا الَّذِيْنَ اِلَّا : Kecuali Orang-orang yang beriman
الصَّالِحَاتِ وَعَمِلُوُا : Dan Orang-orang yang
beramal shalIh
أَجْرٌ هُمْفَلَ : Maka bagi mereka pahala (balasan)
3. Asbabun
Nuzul
Qs. At-Tin ayat 5-6
Dalam
suatu riwayat dikemukakan bahwa QS. 95:5 mengandung arti ke tingkat pikun
(seperti bayi lagi). Oleh karena itu Rasulullah saw ditanya tentang (kedudukan)
orang yang telah pikun itu. Maka Allah SWT mneurunkan ayat selanjutnya QS. 95:6
yang menegaskan bahwa mereka yang beriman dan beramal shpleh sebellum pikun
akan dapat pahala yang tidak putus-putus. (diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari
al-“Ufi bersumber dari Ibnu Abbas).[5]
4. Munasabah
Nama
At-Tin diambil dari kata at-Tin yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang
artinya buah tin.
Dalam
ayat-ayat yang lalu, Allah menerangkan tentang manusia yang agung yaitu Nabi
Muhammad SAW. Dengan berbagai keistimewaannya, seperti keimanan yang kokoh,
kesucian diri dari dosa-dosa, dan kemuliaan namanya. dalam ayat-ayat berikut,
Allah bersumpah untuk menegaskan bahwa manusiapun telah Allah ciptakan sebagai
makhluk terbaik dan mulia. Oleh karena itu, jangan diubah menjadi rendah
derajatnya dan hina.[6]
5. Tafsir
Qs. At-Tin 4-6
“Sesungguhnya
kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (4).
Manusia bukanlah makhluk yang tercipta
dengan sendirinya sebagaimana yang dikemukakan materialisme, tetapi manusia
adalah makluk yang diciptakan oleh Tuhan (Allah). Di ayat ini Tuhan menggunakan
kata kami, menunjukkan adanya keterlibatan pihak selain Tuhan dalam penciptaan
ini, dalam hal ini yang terlibat adalah ibu, dan bapak manusia.
Sedangkan yang
dimaksud dengan bentuk yang sebaik-baiknya adalah bahwa manusia diciptakan
Tuhan dibekali keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk lain berupa
kesempurnaan yang melebihi makhluk lainya. Dalam pemahaman kesempurnaan disini
meliputi kesempurnaan fisik ideal tegak lurus seperti yang kita ketahui dalam
kehidupan sehari-hari, tangan yang memudahkan manusia mengambil sesuatu dengan
mudah, dan kesempurnaan jiwa, dan akal yang digunakan untuk mengontrol segala
perbuatan yang baik atau buruk, atau kita bisa meringkas kesempurnaan-kesempunaan
manusia tersebut dengan kata kesempurnaan fisik, dan psikis.
At Tiin Ayat 5
“Kemudian kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.”
Manusia
diciptakan Tuhan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap pembentukan tubuh
(fisik), kedua, tahap penghembusan Ruh Ilahiyah yang bersumber langsung dari
Tuhan.
Seperti
diketahui, pada manusia diciptakan dengan menyempurnakan fisiknya terlebih
dahulu melalui proses ilmiah, yaitu dimulai dengan sari pati bumi, kemudian
pertemuan antara ovum, dan sperma, kemudian berdempetnya zyghot kedinding
rahim, kemudian segumpal daging, dan tulang, dan setelah fisiknya disempurnakan
baru ditiupkanlah Ruh kepadanya.
Fisik
beraktivitas untuk mempertahankan hidup jasmani, dan keturunan, sedangkan roh
mengantarkan hubungan dengan penciptanya, dan inilah yang menunjukkan kebutuhan-kebutuhan
jasmaninya sesuai dengan tuntunan Ilahi. Ruh Ilahi adalah daya tarik yang membutuhkan
fisik, dan jiwa. Tetapi, apabila ia hanya memperhatikan, dan mengangkat manusia
ke tingkat kesempurnaan. Manusia mencapai tingkat setinggi-tingginya apabila
terjadi perpaduan antara kebutuhan jasmani, dan rohani. Tetapi, apabila ia hanya memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan jasmaninya saja, ia akan kembali atau dikembalikan kepada
proses awalnya, sebelum Ruh Ilahi itu menyentuh fisiknya, ia kembali ke asfala
safilin.
At Tiin Ayat 6
“Kecuali
orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya.”
Namun
di pembahasan ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman, dan beramal
shalehlah yang tidak dijatuhkan ketempat yang serendah-rendahnya tadi, karena
ia mempertahankan kehadiran iman dalam kalbunya, dan beramal shaleh dalam
kehidupan sehari-hari.
Maksud
dari kata (ممنون) disini adalah terputusnya krisis atau kesulitan yang dihadapi
sang penerima disebabkan adanya nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya.
Penjelasan ini bisa diambil dari pengembalian kata ممنون terambil dari kata منن yang mempunyai
arti memutus atau memotong. Dengan demikian ghairu mamnun berarti tidak
putus-putusnya. Kata منة yang mengandung makna nikmat/karunia juga berasal dari kata
yang sama, sehingga dapat disimpulkan dengan penafsiran seperti yang sudah
dipaparkan.[7]
6. Aspek Tarbawi
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna
yang di ciptakan oleh Tuhan. Manusia dibekali dengan keistimewaan yang tidak
dimiliki oleh makhluk yang lainya, keistimewaan itu adalah keistimewaan fisik,
jiwa dan akalnya. Manusia tercipta dengan cara dua tahap utama yaitu
penyempurnaan fisiknya dan penghembusan ruh ilahi kepadanya. Antara kebutuhan
jasmani dan rohani itu harus seimbang, karena apabila manusia hanya
mementingkan kebutuhan jasmaninya saja maka manusia itu tidak akan mencapai
pada kesempurnaan begitu juga sebaliknya.
C.
QS. Al-Mu’min ayat 67
1.
Ayat
dan terjemahan al-Qur’an surat al-Mu’min ayat 67
هُوَالَّذِي خَلَقَكُم مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُطفَةٍ ثُمَّ مِن
عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخرِجُكُم طِفلاً ثُمَّ لِتَبلُغُوااَشُدَّكُم
ثُمَّ لِتَكُونُواشُيُخًا وَمِنكُم مَن يُتَوَفَّى مِن قَبلُ
وَلِتَبلُغُوااَجَلًا مُسَمًى وَّلَعَلَّكُم تَعقِلُونَ
Artinya : “ Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes
mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak,
kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi diantara kamu
ada yang dimatikan sebelum itu. (kami perbuat demikian ) agar kamu sampai
kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti”.[8]
2.
Mufrodat
al-Qur’an surat al-Mu’min ayat 67
Kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai pada masa
(dewasa) :
ثُمَّ لِتَبلُغوااَشُدَّكُم
Kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua : ثُمَّ لِتَكُونُواشُيُوخًا
Seorang anak : طِفلًا
3.
Munasabah surat al-Mu’min ayat 67 dengan ayat
sebelumnya
Pada ayat 57 diperingatkan
kepada manusia, bahwa kejadian dan penciptaan semua langit dan bumi lebih besar
dari penciptaan manusia. Kemudian selanjutnya dalam ayat ayat 61 diperingatan
pergantian diantara malam dengan siang dan hubungannya dengan manusia tadi.
Meskipun penciptaan manusia kecil tida ada artinya dibandingkan dengan
penciptaan langit dan bumi, namun manusia masih diberi karunia buat diatas
bumi, mengambil faedah dari pertukaran malam dengan siang itu. Bagaimanapun
kecilnya insan , sehingga seakan-akan tidak ada arti, namun perhatian Allah
kepada mereka tetap besar. Dalam ayat 64 dijelaskan beberapa karunia Tuhan atas
insan, bumi dijadikan tempat tinggal tetap, langit dijadikan bangunan indah dan
bentuk rupa manusia itu sendiri dibuat sangat indah, sangat bagus , penata keindahan tuhan itu sendiri.
Meskipun
penciptaan langit dan bumi lebih besar dari penciptaan manusia, namun hidupnya
yang kecil itu diatur pertumbuhan dengan indah sekali, sejak dari tanah, naik
jadi nutfah, naik jadi ‘alaqah, lahir jadi orang, sampai dewasa dan ada yang
sampai tua. Semua itu diuraikan dan sesudah diuraikan diberilah peringatan
kepada manusia supaya jangan dia lupa siapa yang mengatur semuanya.[10]
4.
Munasabah
surat al-Mu’min ayat 67 dengan ayat 68
“Dialah yang
menghidupakan dan yang mematikan”.(pangkal
ayat 68). Dia yang memberi nyawa sejak cukupnya penciptaan didalam rahim ibu.
Ketika itulah kehidupan mulai dipasangkan ke dalam tubuh jasmani. Dan Dia pula
yang mematikan apabila waktunya telah datang. Manusia hanya menunggu panggilan
itu. Tiba panggilan, tidak ada yang dapat mengelak. “Dan apabila Dia telah
memutuskan sesuatu, berkatalah Dia kepadanya : “jadilah !” atau adalah, atau
terlaksanakanlah, “maka dia pun jadi!” (ujung ayat 68). Tidak ada yang
dapat berusaha untuk tidak jadi.
5.
Tafsir
surat al-Mu’min ayat 67
هُوَالَّذِي خَلَقَكُم مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُطفَةٍ ثُمَّ مِن
عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخرِجُكُم طِفلاً ثُمَّ لِتَبلُغُوااَش
ثُمَّ لِتَكُونُواشُيُخًا وَمِنكُم مَن يُتَوَفَّى مِن قَبلُ
وَلِتَبلُغُوااَجَلًا مُسَمًى وَّلَعَلَّكُم تَعقِلُونَ
هُوَ
الَّذِى خَلَقَكُم مِن تُرَاب (Dialah
yang menciptakan kalian dari tanah)
yang menciptakan bapak moyang kalian yaitu, Nabi Adam, dari tanah liat ثُمَّ مِن نُطفَةٍ (kemudian
dari setetes nutfah) yakni air mani
– مِن عَلَقَةٍثُمَّ
(sesudah
itu dari segumpal darah) yakni darah
kental – ثُمَّ يُخرِجُكُم طِفلًا
(kemudian dikeluarkan-Nya kalian sebagai seorang anak) lafaz tiflan sekalipun bentuknya mufrad atau tunggal,
bermakna jamak – ثُمَّ
(kemudian) dibiarkan-Nya
kalian hidup –اَشُدَّكّم
لِتَبلُغُوا
(supaya kalian sampai kepada masa dewasa) masa sempurnanya kekuatan kalian, yaitu diantara umur tiga puluh
sampai dengan empat puluh tahun -لِتَكُونُواشُيُوخًا ثُمَّ
(kemudian dibiarkan-Nya kalian hidup sampai tua) dapat dibaca syuyukhan atau syiyukhan – مَّن يُتَوَفّى مِن قَبلُوَمِنكُم
(diantara kalian ada yang diwafatkan sebelum itu) yakni sebelum dewasa dan sebelum mencapai usia tua. Dia melakukan
hal tersebut kepada kalian supaya kalian hidup – وَلِتَبلُغُوا اَجَلًا مُّسَمًّى (dan
supaya kalian sampai pada aja yang ditentukan) yakni waktu yang telah dibataskan bagi hidup kalian –تَعقِلُونَ وَلَعَلَّكُم
(dan supaya kalian memahami)
bukti-buktiyang menunjukan keesaan-Nya, kemudian kalianberiman kepada-Nya.[11]
6.
Aspek
Tarbawi
Tubuh jasmani ini, badan kasar ini seluruhnya diambil bahannya dari
sari pati tanah tanah, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan
minumannya. Dzat-dzat makanan itu memperkaya darah manusia. Darah itulah yang
mengandung mani, atau sperma. Mani atau sperma keluar setelah terjadi persetubuhan
antara laki-laki dan perempuan. Di dalam rahim, keduanya bercampur menjadi satu
lalu membeku menjadi mudghah, dan selanjutnya setelah genap bulannya,Allah
mengeluarkannya dari rahim ibunya. Supaya mengerti dan yakinlah bahwa segalanya
semata-mata Allah yang menentukan, tidak dicampuri oleh tangan sedikitpun.
Tidak ada manusia itu sendiri pada hakikatnya yang berkuasa atas dirinya
sendiri.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam
tafsir QS. Ar-Rum ayat 54 sesungguhnya perpindahan manusia dari fase-fase kejadiannya
selangkah demi selangkah, mulai dari lemah hingga
menjadi kuat, kemudian dari kuat menjadi lemah kembali. Hal ini jelas
menunjukkan akan kekuasaan Yang Maha Pencipta Lagi Maha Berbuat menurut apa
yang dikehendaki-Nya, baik di bumi atau di langit. Dan tidaklah sulit bagi
Allah untuk mengembalikan manusia menjadi hidup kembali. Tapi tahapan tersebut merupakan tahapan
manusia secara umum, karena tidak semua manusia dalam hidupnya akan meninggal
sampai saat tua/pikun. Ada yang masih bayi, remaja, ataupun usia-usia
pertengahan, itu semua tergantung kehendak Allah SWT.
Kemudian dalam tafsir QS. At-Tin ayat 4-6, manusia
bukanlah makhluk yang tercipta dengan sendirinya sebagaimana yang dikemukakan
materialisme, tetapi manusia adalah makluk yang diciptakan oleh Tuhan (Allah). Manusia adalah makhluk yang paling
sempurna yang di ciptakan oleh Tuhan. Manusia dibekali dengan keistimewaan yang
tidak dimiliki oleh makhluk yang lainya, keistimewaan itu adalah keistimewaan
fisik, jiwa dan akalnya. Manusia tercipta dengan cara dua tahap utama yaitu
penyempurnaan fisiknya dan penghembusan ruh ilahi kepadanya. Antara kebutuhan
jasmani dan rohani itu harus seimbang, karena apabila manusia hanya
mementingkan kebutuhan jasmaninya saja maka manusia itu tidak akan mencapai
pada kesempurnaan begitu juga sebaliknya.
Dalam tafsir
QS. Al-Mu’min ayat 67 bahwa badan kasar ini seluruhnya diambil bahannya dari
sari pati tanah tanah, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan
minumannya. Dzat-dzat makanan itu memperkaya darah manusia. Darah itulah yang
mengandung mani, atau sperma. Mani atau sperma keluar setelah terjadi
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Di dalam rahim, keduanya bercampur
menjadi satu lalu membeku menjadi mudghah, dan selanjutnya setelah genap
bulannya,Allah mengeluarkannya dari rahim ibunya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Mahalli,
Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2. Bandung:
Sinar Baru Algensindo. 2010
Shihab,
M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan
dan Keserasian Alquran, Jakarta : Lentera Hati. 2002
Al-Maraghi,
Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi. Semarang
: PT. Karya Toha Putra Semarang. 1992
Al-Qur’an Bayan. Jakarta: Bayan Al-Qur’an. 2009
Drs.
H. Asrori, M.A. Tafsir Al-Asraar. Yogyakarta:
Daarut Tajdiid, 2012
Amrullah,
Abdul Malik Abdul Karim. Tafsir al-Azhar. Surabaya:Yayasan Latimojong.1981
|
|
|
[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan
Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan
Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2010, hlm. 466-467
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian
Alquran, Jakarta : Lentera Hati, 2002, hlm.97
[3] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Semarang : PT. Karya
Toha Putra Semarang, 1992, hlm.119
[5]
Drs. H. Asrori, M.A. Tafsir Al-Asraar. Yogyakarta: Daarut
Tajdiid, 2012, hlm74
[6] Al-Qur’an Bayan. Jakarta : Bayan Al-Qur’an, 2009, hlm 597
[7]M. Quraish Shihab. Tafsir
Al-Mishbah. (Lentera Hati:Tanggerang.2005).hlm 377-385
[8] Departemen Agama,
al-Qur’an Bayan, h.475
[9]
Imam Jalaludin
as-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2,Bandung
: Sinar Baru Argensindo, 2009) h. 726
[10] Prof.DR.H. Abdul Malik Abdul Karim
Amrullah, Tafsir al-Azhar, Surabaya:Yayasan Latimojong.1981, h.203
[11]
Imam Jalaludin
as-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2,
Bandung : Sinar Baru Argensindo, 2009,
h.726