Minggu, 10 Juni 2012

Mari sejenak kita mengingat...





BROWNIES KUKUS (RESEP SEDERHANA)
Kategori:   Makanan penutup
Gaya   Orang Amerika
Layanan   8 servings

Deskripsi:
Resep ini sudah disederhanakan sedemikian rupa. Cucok untuk temen minum teh or kopi.

Selamat Mencoba (bikin sendiri ya....!)

Bahan-bahan:
Telur ayam 4 btr

Gula Pasir 125 gr

TBM 1 sd teh

Vanili 1/4 sd teh

Garam 1/10 sd teh

Bahan diayak jadi satu:

Terigu 100 gr

Coklat Bubuk: 100 gr


Bahan dicairkan (dilumerkan) dengan cara tim lalu dinginkan pada suhu ruang:

Butter 100 gr

Dark Cooking Coklat 75 gr

Bahan Isi:

Meises 100 gr


Petunjuk
Cara menbuat:

1. Mix telur, gula, garam, vanili sampai kembang

2. Masukkan TBM, mix kembali sampai berwarna putih dan benar- benar kental.

3. Masukkan hasil ayakan terigu + coklat, mix sampai rata

4. Tuangkan hasil pelelehan butter dan coklat batang, aduk sampai rata dengan sendok karet

5. Siapkan loyang ukuran diameter 8X18 cm, poles dengan margarine sampai rata

6. Siapkan kukusan panaskan sampai air mendidih (Tutup kukusan di bungkus serbet supaya air tidak menetes ke kue)

7. Tuang 1/2 adonan brownies ke loyang, kukus sampai kue matang kurleb 15 menit

8. Taburi coklat meises, tambahkan sisa adonan kukus lagi sampai kue matang (20')

9. Angkat kue dari kukusan, keluarkan dari loyang

10. Siap disajikan

Puisiku




 From Anisa Amalia Zikrina
jadilah yang terbaik untukku ,
jadilah orang yang pertama dalam cintaku ,
kau ,
kau segalanya dalam hidupku 
kau adalah semangat dalam hidupku 
kau adalah senyuman dalam hidup 
kau adalah semua nya

cinta itu 
kasih sayang , 
cinta yang tulus ,
pengertian ,

tersenyum lah untuk ku 
dari senyuman itu aku bisa melihat bahwa betapa kau mencintai
 ku
dengan sepenuh hati 

dan akupun akan tersenyum untuk mu , 
untuk orang yang slalu ku sayang ,

Makalah Ulumul Qur'an Edisi Revisi


BAB I
PENDAHULUAN
          Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits Rasul merupakan sumber dan dasar hukum setelah Al-Qur’an. Dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur’an.
            Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits memberikan pengertian bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang diikuti baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. Oleh karena itu as-Sunnah mesti dijadikan landasan dan rujukan serta diberikan inayah (perhatian) yang sepantasnya untuk digali hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dan pembahasan tentang sunnah Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan fikrah islamiyah serta upaya untuk mengenal salah satu mashdar syari'at Islam, apalagi as-Sunnah sejak dulu selalu menjadi sasaran dari serangan-serangan firqah yang menyimpang dari manhaj yang haq, yang bertujuan untuk memalingkan ummat Islam dari manhaj Nabawi dan menjadikan mereka ragu terhadap as-Sunnah.
Para ulama hadits membagi hadits dengan meninjau hadits dari segi kualitas, kuantitas, sumber, dan bentuk hadits serta kedudukannya sebagai hujjah yang semuanya akan dibahas pada makalah ini.
                                              





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Macam-macam Hadits
Ada beberapa pengklasifikasian macam-macam hadits, berikut adalah macam-macam hadits dan penjelasannya.
1.      Pembagian hadits dari segi kuantitas (jumlah perawi)
a.       Hadits mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang terpercaya.
ﻣﺎﺭﻭﺍﻩﭵﻤﻊﺘﺤﻴﻞﺍﻠﻌﺍﺩﺓﺘﻭﺍﻄﺌﻬﻢﻋﻠﻰﺍﻠﻛﺬﺐﻋﻦﻤﺜﻠﻬﻢﻤﻦﺃﻭﻞﺍﻠﺴﻧﺪﺇﻠﯽﻤﻧﺘﻬﺍﻩﻋﻠﯽﺃﻦﻻﻴﺨﺘﻝﻫﺬﺍﺍﻠﺠﻤﻊﻓﯥ ﺃﯤﻂﺑﻗﺔﻤﻦﻂﺑﻗﺍﺖﺍﻠﺴﻨﺪ.

“Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara tradisi tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta dari sejumlah perawi yang sepadan dari awal sanad sampai akhirnya, dengan syarat jumlah itu tidak kurang pada setiap tingkatan sanadnya.”[1]
Beberapa hal yang harus dipenuhi agar bisa disebut hadits mutawatir :
·         Isi hadits harus hal-hal yang dapat dicapai panca indra
·         Orang-orang yang meriwayatkan harus benar-benar terpercaya
·         Orang-orang yang meriwayatkan harus hidup pada satu zaman
Adapun klasifikasi hadits mutawatir adalah sebagai berikut :[2]
1)      Hadits mutawatir lafzhiy adalah hadits yang diriwayatkan orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan lainnya. Contoh hadits mutawatir lafzhiy : ﻤﻦﻛﺬﺐﻋﻟﻲﻤﺘﻌﻤﺪﺍﻔﻟﻴﺘﺑﻮﺃﻤﻘﻌﺪﻩﻤﻦﺍﻟﻨﺎﺮ                                     
“Barang siapa berdusta terhadap diriku (yang mengatakan sesuatu yang tiada aku katakan atau aku kerjakan), hendaklah ia menempati neraka.”
2)      Hadits mutawatir ma’nawiy adalah hadits yang para perawinya berlainan dalam menyusun redaksi pemberitaan, tetapi berita yang berlainan redaksinya itu terdapat persesuaian pada prinsipnya. Contoh hadits mutawatir ma’nawiy, antara lain adalah hadits yang meriwayakan bahwa Nabi Muhammad SAW. mengangkat tangannya ketika berdoa :
ﻗﺎﻞﺍﺑﻮﻤﺴﻰﺍﻷﺸﻌﺮﻱﺪﻋﺎﺍﻟﻨﺑﻲﺼﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻴﻪﻮﺴﻠﻢﺛﻢﺮﻔﻊﻴﺪﻴﻪﻮﺮﺃﻴﺖﺑﻴﺎﺾﺍﺑﻂﻴﻪ
﴿ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺑﺨﺎﺮﻯ﴾                                                                          
b.      Hadits ahad
Hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.
ﻤﺎﺭﻮﺍﻩﺍﻠﻮﺍﺤﺪﺃﻮﺍﻹﺜﻨﺎﻦﻔﺄﻜﺜﺭﻤﻣﺎﻠﻡﺘﺘﻮﻓﺭﻔﻴﻪﺸﺭﻮﻄﺍﻠﻤﻬﻮﺭﺃﻮﺍﻠﻣﺘﻮﺍﺘﺭﻮﻻﻋﺑﺭﺓﻠﻠﻌﺪﺪﻓﻴﻪ
ﺑﻌﺪ ﺬﻠﻚ
“Khabar yang diriwayatkan oleh satu atau dua perawi ataupun lebih yang tidak memenuhi syarat-syarat masyhur ataupun mutawatir, dan tak diperhitungkan lagi jumlah perawinya setelah itu (tingkatan berikutnya)”
      Jenis ini berada di bawah derajat mutawatir dan masyhur. Hukumnya adalah wajib diamalkan, selama memenuhi syarat diterimanya riwayat. Dan inilah pendapat yang dipegangi oleh mayoritas ulama.[3]
      Adapun pembagian hadits Ahad adalah sebagai berikut :
1)      Hadits masyhur, ialah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dan belum mencapai derajat mutawatir.
2)      Hadits aziz, ialah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang perawi tersebut terdapat pada satu thabaqoh saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
3)      Hadits gharib, ialah yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, yang mana penyendirian dalam sanad itu terjadi.
2.      Pembagian hadits dari segi kualitas ( diterima atau ditolaknya)
Hadits ditinjau dari segi kualitasnya, hadits dikaji dalam bidang pengetahuan hadits-hadits yang kuat dari yang lemah dan tentang hal ihwal para perawi yang diterima atau ditolak haditsnya dan dari segi kehujjahannya. Dalam arti lain, hadits terbagi menjadi yang maqbul dan mardud.
a.       Hadits maqbul
Hadits maqbul, menurut Hasbi Ashiddiiqy[4] adalah hadits yang ditunjukkan oleh suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW. menyabdakannya, yakni ‘adanya’ lebih berat daripada ‘ketiadaannya’.
Lebih jelas lagi, hadits maqbul adalah hadits yang dapat diterima atau pada dasarnya dapat dijadikan hujjah, yakni dapat dijadikan alat istinbath dan bayyan terhadap Al-Qur’an, dan dapat diistinbathkan dengan ushul fiqh.[5]
            Dalam hadits maqbul terdapat hadits yang dapat diamalkan dan ada juga hadits yang tidak dapat diamalkan. Hal ini bukan karena keraguan terhadap keabsahan hadits itu, melainkan karena adanya ta’arud atau perlawanan. Hadits maqbul terbagi menjadi dua bagian, yaitu: pertama, maqbul ma’mulun bihi ; yakni hadits-hadits yang muhkam, hadits-hadits yang berlawanan, tetapi dapat dikompromikan dengan mudah, atau semua hadits yang nasikh dan hadits-hadits yang rajih.[6] Kedua, maqbul ghair ma’mulun bihi, yaitu hadits-hadits yang berlawanan yang tidak dapat dikompromikan dan tidak dapat ditarjih dan hadits-hadits yang marjuh dan mansukh.[7]
b.      Hadits Mardud
Mardud berarti yang tidak ditunjuk oleh suatu keterangan yang menekankan adanya dan tidak menekankan pula berat ketiadaannya. Jadi, ada dan ketiadaannya sama saja.
Yang termasuk dalam klasifikasi hadits mardud atau yang ditolak menurut Nur ad-Din ‘Itr adalah hadits dhaif dengan berbagai jenisnya, hadits mudho’af, hadits matruk, hadits matruh, dan hadits maudhu’.[8]
Ditolaknya sebuah hadits mardud didasarkan pada tidak adanya sifat yang dimiliki oleh para perawi hadits mardud tersebut. Secara umum, Mushtafa as-Shiba’i[9] mengemukakan ada empat golongan yang mutlak harus ditolak periwayatannya :
1)      Para pendusta yang mengaku-ngaku seolah-olah menerima hadits Nabi Muhammad SAW.
2)      Orang yang suka berdusta sekalipun tidak pernah membuat palsu, ahli bid’ah.
3)      Pengikut hawa nafsu, kaum zindiq, fasiq.
4)      Orang-orang yang lalai yang tidak menyadari apa yang mereka katakan, serta orang-orang yang tidak memiliki kecekatan, teliti, adil, dan cerdas.
Ditinjau dari segi maqbul dan mardud di atas, hadits terbagi pada :
1.      Hadits shahih
Hadits yang dinukilkan atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat, dan tidak janggal. Syarat-syarat hadits shahih ialah :
a.       Isinya tidak bertentangan dengan Al-Quran.
b.      Sanadnya bersambung.
c.       Diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhobit (kuat hafalannya).
d.      Tidak syadz (bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih).
e.       Tidak cacat walaupun tersembunyi.
2.      Hadits hasan
Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tak begitu kokoh ingatannya, sanadnya bersambung, dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan.
Hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih. Perbedaannya hanya dalam hal kedhabithan dan keadilan rawi. Pada hadits shahih, rawinya tam dhabith, sementara pada hadits hasan, rawinya qalil dhabith.
3.      Hadits dhaif
Hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.
Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shahih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya, yaitu sebagai berikut sebagai berikut:
1)           Sanadnya tidak bersambung
2)           Kurang adilnya perawi
3)           Kurang dhobithnya perawi
4)           Ada syadz atau masih menyelisihi dengan  hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya.
5)           Ada illat atau ada penyebab samar dan tersembunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits shahih meski secara zohir terlihat bebas dari cacat.
Kedudukan martabat hadits dhaif tidak bisa dijelaskan, kecuali menjelaskan kedhaifannya. Sebab,  hadits dhaif tidak bisa dijadikan hujjah kecuali menjelaskan kedhaifannya itu tadi.
3.      Pembagian Hadits dari Segi Sumbernya.
a.       Hadits qudsy
Yang disebut dengan hadits qudsy, atau hadits rabbany atau hadits ilahy adalah sesuatu yang dikhabarkan oleh Allah SWT. kepada Nabi-Nya melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi Saw. menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri. Dari segi jumlah/banyaknya hadits qudsy tidaklah sebanyak hadits nabawy lainnya, jumlahnya berkisar 200 lebih.
b.      Hadits marfu’
Yang dimaksud dengan hadits marfu’ adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. secara khusus baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir, baik tersambung maupun terputus karena gugurnya seorang sahabat atau lainnya dari sanadnya.
Dari definisi tersebut, hadits marfu’ terbagi ke dalam 4 macam :
1)      Hadits marfu’ qawly
2)      Hadits marfu’ fi’ly
3)      Hadits marfu’ taqriry
4)      Hadits marfu’ washfy
c.       Hadits mawquf
Yang dimaksud dengan hadits mawquf adalah berita yang disandarkan sampai pada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus.
d.      Hadits maqthu’
Yang dimaksud dengan hadits maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari tabi’in serta dimauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung maupun tidak.
4.      Pembagian Hadits dari Segi Bentuk
a.       Hadits qawliy
Hadits qawliy adalah hadits yang berisi perkataan atau ucapan Nabi Saw.
b.      Hadits fi’liy
Hadits fi’liy ialah hadits yang menceritakan perbuatan Nabi Saw., seperti cerita atau keterangan sahabat Nabi Saw. yang menerangkan tentang tata cara shalatnya Nabi Saw.
c.       Hadits taqririy
Hadits taqririy yaitu hadits yang menceritakan diamnya Nabi Saw. atas sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh sahabat, dimana Nabi Saw. melihatnya, diam atau membiarkannya tersebut berarti izin atau mengiyakan perbuatan sahabat.
d.      Hadits kawniy
Hadits kawniy merupakan hadits yang menceritakan tentang ayat-ayat atau tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. berupa ciptaan-Nya yaitu alam semesta beserta isinya, termasuk sifat-sifat Rasulullah Saw, baik fisik maupun non fisik, serta keterangan-keterangan tentang kehidupan akhirat.

B.     Kedudukan Hadits Sebagai Dasar Hukum (Hujjah)
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits Rosul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah Al-Qur’an, dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur’an.
Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang memberikan bahwa hadits itu merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. Uraian di bawah ini merupakan paparan tentang hukum Islam dengan Islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
1.      Dalil Al-Qur’an
Banyaknya ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. pada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Diantara ayat-ayat yang dimaksud adalah :
a)     Q.S. Ali Imron : 32
قل اطيعواالله والرسول ج  فانتولوافانالله لا يحب الكفرين
Katakanlah! Taatlah kalian Allah dan Rosul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”
b)      Q.S. An-Nisa’ : 59
يايها ا لدين امنوا اطيعوا الله واطيعو االرسول واولى الامرمنكم ج  فانتنازعتم في شي ء فرد وه الى الله والرسول ان كنتم تؤمنون باالله واليوم الاخرقل دلك خير واحسن تء ويلا  
“Hai orang-orang yang beriman, Taatilah Allah, Rosul, dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kami berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah pada Allah dan Rosul, jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya”

            Dari ayat-ayat di atas tergambar bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah SWT. dalam Al-Qur’an selalu diiringi dengan perintah taat kepada RosulNya.


2.      Dalil Hadits

Dalam salah satu pesan Rosulullah Saw. berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, di katakan :

ﺘﺭﻜﺖﻔﻴﻜﻢﺃﻤﺭﻴﻦﻟﻦﺘﻀﻟﻮﺍﻤﺎﺇﻦﺘﻤﺴﻜﺘﻢﺑﻬﻤﺎﻜﺘﺎﺏﷲﻮﺴﻨﺔﻨﺑﻴﻪ ﴿ﺮﻮﻮﺍﻩﻤﺎﻟﻚ

“ Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rosul-Nya” (HR. Malik).
Hadits tersebut di atas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadits\atau menjadikan hadits sebagi pegangan dan pedoman hidup it adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh pada Alqur’an.
3.      Ijma’ Ulama’
Ulama’ Islam telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum beramal karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT.
            Banyak diantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
4.      Petunjuk Akal
Kerosulan nabi Muhammad Saw. telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadang-kadang beliau sekadar menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadang kala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun, juga tidak jarang beliau membawakan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak dibimbing oleh ilham. Sehingga, dapat diketahui bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang menduduki kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan bila dilihat dari segi kehujjahannya, hadits melahirkan hukum zhanniy, kecuali hadits yang mutawatir.


BAB III
PENUTUP

        Dari uraian pembahasan  yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa dari identifikasi macam-macam hadis  dapat dilihat dari :
Segi kuantitas (jumlah perawinya) adalah hadits mutawatir dan hadits ahad.
Segi kualitas (diterima atau ditolaknya)  adalah hadits shahih, hadits hasan, hadits dhaif.
Segi sumbernya adalah hadits qudsy, hadits marfu’, hadits mauquf, dan hadits maqthu’.
Segi bentuknya adalah hadits qawliy, hadits fi’ly, hadits taqriry, hadits kawniy.
        Kemudian dari segi kedudukannya  sebagai dasar hukum hujjahnya yaitu yang pada hakikatnya seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits Rosul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah Al-Qur’an  dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana mengikuti  Al-Qur’an karena keduanya merupakn hukum syariat Islam yang tetap . Seperti yang ada dalam sabda Rosul yang berisi salah satu pesan Rosul yang berkenaan dengan keharusan menjadikan hadist  sebagai pedoman hidup .









DAFTAR PUSTAKA

Azzan, Ahmad, Ulumul Hadits, 2011. Bandung : Tafakur-Anggota Ikapi Berkhidmad untuk          mat
Soetari Ad. , Endang, Ilmu Hadits. 1994. Bandung : Amal Bhakti Press
Ashiddieqy , T.M. Hasbi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits. 1981. Jakarta: Bulan Bintang
Khaeruman, Badri, Ulum Al-Hadits, 2012. Bandung : CV. Pustaka Setia

Al -Ihkam karya Ibn hazm, hlm.97 dan sesudahnya, dan hlm. 107-122, juz 1
Nur Ad-Din Itr, Manhaj an-Naqd fi Ulum al Hadits, terj.Mujio, Bandung: Remaja Rosda Karya,1993
Mushtafa As-Shiba’I , Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam, terj. Bandung: Diponegoro, hlm. 147-150.



[1] Drs. H. Ahmad Azzan. Ulumul Hadits.Bandung : Tafakur-Anggota Ikapi Berkhidmad untuk Umat. Hlm.148

[2]Ibid, hlm. 147
[3]Al-Ihkam karya Ibn hazm, hlm.97 dan sesudahnya, dan hlm. 107-122, juz 1
[4]T.M. Hasbi Ashiddiiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, hlm.216
[5] Endang Soetari Ad., Ilmu Hadits, Bandung : Amal Bhakti Press, 1994, hlm.168.
[6] T.M. Hasbi Ashiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1981, jilid 1, hlm.107.
[7]Ibid, hlm. 70
[8] Nur Ad-Din Itr, Manhaj An-Naqd fi Ulum Al Hadits, terj.Mujio, Bandung:Remaja Rosda Karya,1993, hlm. 50.
[9]Mushtafa as-Shiba’I , Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam, terj. Bandung: Diponegoro, hlm. 147-150.